Jumat, 15 Februari 2013

The Four F’s Syndrome


The Four F’s Syndrome
Komaruddin Hidayat  Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
SINDO, 15 Februari 2013


Seorang teman mengeluh. Dia sudah mengikuti sekian banyak training, workshop, seminar, dan berbagai pelatihan lain yang menjanjikan kenaikan karier dan transformasi diri. Biayanya pun tidak murah, bertempat di hotel berbintang. Pembicaranya terkenal. Namun, setelah mengikuti seminar atau pelatihan dan pulang dengan membawa sertifikat,kehidupannya tidak berubah. Kembali seperti semula. Back to business as usual. Bagaimana menyikapi persoalan ini? Sesungguhnya tidak mudah mengubah mindsetdan perilaku seseorang yang sudah puluhan tahun terbentuk dan dijalani, hanya dengan mengikuti training selama 2-4 hari. 

Untuk menambah wawasan pengetahuan dan selingan,seminar dan training sangat bagus dan menyenangkan. Tetapi, sangat naif jika diharapkan terus mampu mengubah karakter seseorang secara instan meskipun selama training berlangsung proses penyadaran dan pemahaman hidup, bahkan ada yang disertai ratapan dan tangis penyesalan atas salah dan dosanya. Menurut Robin Sharma, CEO dari Sharma Leadership International, ada kendala yang dia sebut ”Four F’s Syndrome” yang membuat seseorang sulit berubah.

Pertama adalah fear. Yaitu orang takut keluar dari zona nyaman, comfort zone, atau safe harbor yang dirasakan memberi rasa aman dan membuatnya takut keluar untuk memasuki zona baru yang belum diketahui. People fear leaving their safeharbor of the known and venturing off into the unknown. Contoh klasik dan sangat historis adalah kasus Columbus yang yakin dan nekat berlayar di lautan lepas yang akhirnya mendarat di benua Amerika (12 Oktober 1492). Banyak orang yang menertawakan dan menganggapnya gila dan pasti akan hilang ditelan lautan yang tidak tahu batas akhirnya. 

Namun, akhirnya apa yang dilakukan Columbus menyebarkan virus perubahan mindset penduduk Eropa bahwa jauh di luar sana ada dunia baru. Columbus telah berjasa membuka gerbang harapan dan imajinasi baru bagi penduduk Eropa untuk mengukir sejarah baru di dunia yang baru. Bangsa dan perusahaan yang takut mencoba sebuah langkah dan kebijakan besar pasti tidak akan menjadi besar.

Begitu pun seseorang yang takut keluar dari penjara zona nyaman justru selamanya akan terpenjara. Karena itu, mereka yang hidupnya sudah mapan akan selalu takut terhadap perubahan karena dianggapnya sebagai ancaman. Banyak orang takut terhadap perubahan yang mereka bayangkan sendiri. Takut terhadap bayang-bayang ketakutan yang diciptakan sendiri.
Kedua adalah pandangan negatif dan sinisme terhadap failure. Failure is just an essential part of realizing success. There can be no success without failure. 
Contoh yang sangat menginspirasi adalah Thomas Alva Edison (1847-1931). Ratusan kali dia gagal ketika melakukan eksperimentasi membuat lampu bohlam listrik. Orang pun sinis dan pesimistis terhadap keberhasilan eksperimentasinya. Namun, dia jawab, apa yang orang lain anggap sebagai kegagalan sesungguhnya merupakan keberhasilan. ”Aku berhasil mengidentifikasi langkah-langkah yang salah agar tidak diulangi oleh siapa pun, termasuk diriku. I have not failed. I have just found 10.000 ways that won’t work,” katanya. Kegagalan dijadikannya sebuah investasi pengetahuan dan pengalaman. 

Betul, akhirnya Thomas Edison berhasil dan dicatat sejarah dengan tinta emas. Karena pengalaman gagal merupakan investasi, sampai-sampai muncul ungkapan bijak: gagal adalah sukses yang tertunda. Orang yang pernah gagal pasti akan lebih hati-hati dan lebih berpengalaman ketika harus melewati jalan terjal dan ujian yang sama.
Kendala ketiga adalah forgetting. Sebagus apa pun materi seminar dan pelatihan, kalau kita tidak memiliki komitmen untuk mencatat, membaca, mengingat, serta mendalami sendiri setelahnya, akan cepat sekali lupa.
Semuanya menguap tanpa bekas. Kita kembali lagi pada kerja rutin, business as usual. Biasakanlah membuat catatan agendaagenda baru yang penting lalu ditempel di ruang kerja agar selalu tertatap oleh mata. Mudah lupa terhadap ihwal negatif yang hanya merusak hati dan pikiran itu bagus. Tetapi, sangat fatal jika kita mudah melupakan janji, komitmen, dan ide-ide baru yang progresif untuk kemajuan diri maupun institusi. 

Cukup ironis, kita sering diberi label sebagai masyarakat yang terjangkit amnesia. Mudah lupa. Ketika Jakarta banjir, misalnya, heboh diskusi bagaimana mengatasi banjir, bahkan sampai pada gagasan untuk memindahkan Ibu Kota. Tetapi, begitu musim hujan berlalu, berlalu juga gagasan-gagasan tadi.
Kendala keempat adalah faith. Maksudnya, banyak orang yang tidak memiliki keyakinan diri untuk bisa berubah. Sikap sinis, pesimistis, dan ragu-ragu membuat seseorang sulit untuk berubah dan berkembang. Tanpa keyakinan dan tekad,tak akan terjadi perubahan besar baik pada level pribadi, perusahaan, maupun bangsa. Sebelum sang juara memenangkan pertandingan, dia mesti lebih dahulu memiliki mental juara dan yakin untuk jadi juara. 

Rakyat Indonesia berhasil meraih kemerdekaan berkat keyakinan dan tekad untuk merdeka. Keyakinan dan tekad ini mesti dikobarkan kembali agar bangsa ini segera keluar dari keterpurukan akibat jeratan korupsi dan mafia narkoba. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar