Minggu, 17 Februari 2013

Tantangan Kejahatan 2013


Tantangan Kejahatan 2013
Adama Dieng  Penasihat Khusus Sekjen PBB mengenai Pencegahan Genosida
MEDIA INDONESIA, 16 Februari 2013


SAAT kita memasuki 2013, krisis di Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Mali, Sudan, dan Suriah bertindak sebagai pengingat tragis dari tantangan-tantangan yang masih diperjuangkan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan kejam, seperti genosida, kejahatan perang, pembasmian etnik, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kita dihadapkan pada pemberitaan media setiap hari mengenai kekerasan dan pelanggaran HAM berat, termasuk terhadap perempuan dan anak-anak, yang mengingatkan kita bahwa kita harus bertindak lebih untuk melindungi masyarakat.

Dengan rentetan penyampaian berita buruk secara konstan, mengabaikan kemajuan yang telah dibuat menjadi sulit. Di tengah krisis yang sedang berlangsung, masyarakat internasional telah membuat kemajuan penting dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai langkah mengesankan yang dilakukan secara global, regional, dan nasional telah membantu dalam mengidentifikasi dan mengurangi sumber risiko, membangun dan memperkuat ketahanan lokal terhadap kekerasan, mendorong cara-cara kreatif untuk mengelola keragaman secara damai, mengatasi ketegangan sebelum meluas dan mengatasi faktor-faktor yang mengobarkan kebencian.

Pada KTT Dunia 2005, semua kepala negara dan kepala pemerintahan dengan suara bulat berkomitmen melindungi masyarakat dari genosida, kejahatan perang, pembasmian etnik, dan kejahatan terhadap kemanusiaan, yang merupakan kejahatan paling berat. Tanggung jawab itu sudah diberlakukan di bawah hukum internasional.
Namun, pernyataan sederha na mereka yang tercantum dalam Dokumen Hasil Akhir KTT Dunia 2005 yang menyatakan `Kami menerima tanggungan ini dan akan bertindak sesuai tanggung jawab tersebut' telah menjadi dorongan baru, di bawah perlindungan yang sejak itu dikenal sebagai `tanggung jawab untuk melindungi'.

Upaya pencegahan kekejaman oleh PBB dan mitra-mitra me reka telah memainkan peranan penting dalam membantu mengurangi jumlah kri sis. PBB dan mitra-mitra mereka meningkatkan kapasitas nasional dan lokal untuk mengurangi ketegangan dan mengakhiri konflik sebelum menjadi hal yang mematikan. PBB bekerja sama dengan perangkat kerangka kerja regional dan subregional, pemerintah nasional, masyarakat sipil, termasuk organisasi HAM, dan kelompok-kelompok perempuan.

Upaya Pencegahan

Pendekatan kolaboratif itu berpusat pada pengertian tentang bagaimana kemunculan kekerasan dapat mendorong terjadinya kejahatan yang mengejamkan. Hal itu berupa upaya membangun kesadaran terhadap orasi kebencian dan hasutan yang mengarah ke kekerasan dan menanganinya dengan tetap menghormati HAM.

Saat krisis mulai terjadi, pendekatan tersebut berupa cara menganalisis yang tepat dan menyusun sumber daya PBB serta kesadaran politik dari komunitas internasional untuk mencegah peningkatannya. Kemajuan signifikan dalam pencegahan kekerasan juga telah dibuat di luar PBB.

Sejumlah negara anggota PBB telah menciptakan titik fokus tanggung jawab untuk 
melindungi guna mencegah kejahatan yang mengejamkan, seperti yang dilakukan Dewan Pencegahan Kejahatan yang Mengejamkan oleh pemerintah Amerika Serikat.
Secara regional, 18 negara di Amerika Latin telah mendirikan sebuah jaringan untuk pencegahan genosida. Di Afrika, Uni Afrika telah mengambil langkah penting untuk melembagakan/melegalkan komitmen mereka dalam melindungi masyarakat dari kejahatan yang mengejamkan. Konferensi internasional di wilayah Great Lakes, Afrika, organisasi subregional, telah mendirikan sebuah komite regional untuk mencegah dan menghukum perbuatan genosida dan kejahatan yang terkait.

Itu mekanisme subregional pertama di dunia yang dibuat secara spesifik untuk membicarakan isu tersebut. Di Timur Tengah, organisasi masyarakat sipil mendokumentasikan pelanggaran HAM dan membangun perdamaian serta toleransi di antara komunitaskomunitas, termasuk melalui media sosial. Berbagai institusi dan akademisi dari seluruh penjuru dunia terus menyediakan saran nasihat kepemimpinan intelektual.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, usaha-usaha kolektif telah membuahkan hasil. Krisis perselisihan perbatasan antara Sudan dan Sudan Selatan, Abyei, serta krisis di Guinea, Kenya, Kirgistan, dan Yaman telah diselesaikan melalui cara diplomatik, tanpa pertempuran yang berlarutlarut dan pertumpahan darah.

Keterlibatan internasional di negara-negara tersebut tetap penting, kita dapat menegaskan kepemimpinan politik itu sangat penting dalam meraih keberhasilan-keberhasilan sederhana tersebut.

Tugas pencegahan kejahatan yang mengejamkan memerlukan komitmen setiap orang. Kemauan politik dari negaranegara anggota masih menjadi hal yang utama. Krisis yang terus berlangsung di seluruh dunia--dari Mali hingga Myanmar--menunjukkan kemajuan yang terjadi pada akhirnya terletak pada kemauan pemerintah nasional dan dalam kapasitas mereka untuk bergerak ke arah yang sama.

Negara-negara anggota memiliki peran yang krusial dan menarik, baik melalui tindakan proaktif maupun preventif atau, ketika diperlukan, melalui respons yang cepat dan tegas, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Piagam PBB. Ketika harus melindungi masyarakat, PBB dan mitra-mitra hanya dapat menyempurnakan upaya-upaya mereka.

Kantor Pencegahan Genosida dan Tanggung Jawab untuk Melindungi bertekad melanjutkan kerja sama dengan ne garanegara anggota guna mendorong pengambilan tanggung jawab penuh dan penguatan kepemimpinan politik yang diperlukan untuk menyampaikan janji `tidak akan pernah lagi' dan menjadikan tanggung jawab melindungi sebagai sebuah `realitas yang nyata'.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar