Kamis, 07 Februari 2013

Sukses Pemimpin-Rakyat


Sukses Pemimpin-Rakyat
Muhammad Zainul Majdi  ;    Gubernur Nusa Tenggara Barat,
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Wathan
REPUBLIKA, 05 Februari 2013


Baru-baru ini seorang sahabat memberikan saya sebuah artikel berjudul "In Praise of Followers" (1988) karya Robert E Kelley, pakar administrasi perusahaan dari Carnegie-Mellon University. Pada mulanya, saya tidak tahu persis maksud pemberian artikel itu. 
Saat membaca tulisan besar di awal tulisan yang dimuat di Harvard Bussiness Review itu, "Not all corporate success is due to leadership", saya segera tahu, artikel itu bicara soal manajemen bisnis, bukan manajemen pemerintahan. Hanya setelah membaca lebih dalam, saya lantas menyadari betapa pentingnya tulisan Kelley itu bagi setiap pemimpin.
Dari lembaran-lembaran artikel itu, muncul sebuah perspektif baru soal kepemimpinan. Saya katakan perspektif baru karena berbagai opini dan perbincangan yang muncul, utamanya menjelang hajatan politik pada 2014, senantiasa fokus pada pencarian sosok pemimpin rakyat ideal. Namun, Kelley membalik paradigma itu dengan menyatakan, peran mereka yang dipimpin (followers), dalam konteks pemerintahan berarti rakyat, juga penting.

Lima tipe Kelley membagi followers (baca: rakyat) menjadi lima kategori. Pertama, kategori domba (sheep) yang memiliki sejumlah ciri: pasif, tidak kritis, kurang memiliki inisiatif, serta rasa tanggung jawab. Mereka hanya menjalankan peran apa adanya sesuai perintah pimpinan untuk kemudian berhenti bekerja.

Kedua, tipe serba setuju (yes people) yang tampak lebih lincah dibanding tipe domba, namun seperti tipe pertama, kurang suka berusaha. Tipe ini sangat bergantung pada pemimpin, suka menghormat berlebihan dan bersikap merendah di hadapan pemimpinnya. Ba nyak pemimpin lemah dan kurang percaya diri suka dengan tipe pengikut semacam ini.

Tipe ketiga, tipe pengikut penyendiri (alienated followers) yang mempunyai pikiran kritis dan sikap independen, namun enggan tampil untuk memperjuangkan sikap dan pikiran mereka. Selalu bersikap sinis, mereka terjerumus menjadi kelompok tidak puas, tapi tidak bersuara. Mereka tidak mau tampil sebagai "oposan" bagi langkah dan kebijakan pimpinannya.

Di posisi tengah, ada para pengikut dengan kategori pencari selamat (survivors). Tipe pengikut semacam ini mengikuti ke mana arah mata angin berhembus. Mereka menganut prinsip mencari selamat daripada menyesal.

Agar tetap eksis, mereka bisa menjadi kelompok yang pasif jika kondisi tidak kondusif untuk kritis dan di saat lain bisa secara agresif menyerang.

Tipe terakhir yang paling ideal bagi suksesnya lembaga apapun adalah para pengikut efektif (effective followers). Mereka memperjuangkan kemajuan diri dengan menjalankan tugas dan kewajiban secara tegas dan bersemangat. Kelompok ini siap mengambil risiko, memiliki inisiatif ,serta mempunyai kemampuan memecahkan masalahnya sendiri.

Sejujurnya, posisi sebagai pemimpin bisa memunculkan rasa frustasi dan kadang lemah semangat. Hal semacam itu bisa terjadi jika komunitas yang kita pimpin masuk kategori domba yang pasif, tidak kritis, kurang inisiatif, tidak memiliki rasa tanggung jawab, dan bekerja seadanya dalam menjalankan beragam program yang dicanangkan. Posisi sebagai pemimpin juga rawan jebakan. 

Posisi ini memabukkan dan pada tataran tertentu melenakan ego jika para kolega kita mayoritas diisi mereka yang serba setuju. Apabila para pemimpin dikelilingi pengikut yang kerap membungkuk dan menghormat, ada risiko pemimpin terjebak ilusi di luar realitas sebenarnya yang terjadi.

Setiap pemimpin akan semakin teralienasi dari realitas sebenarnya di masyarakat jika karena berbagai sebab tertentu, kelompok masyarakat yang berpikir kritis dan independen tidak mau tampil secara terbuka untuk menyuarakan pikiran, sikap, dan kritik-kritiknya. Jika pemimpin buta akan ketidakpuasan yang berkembang di masyarakatnya, hal itu memunculkan masyarakat sinis yang bisa meledak setiap saat.

Belum lagi jika kebanyakan masyarakat diisi oleh mereka yang masuk ka tegori pencari selamat. Tidak ada kenyamanan memimpin di tengah orang-orang yang berorientasi mencari keuntungan bagi posisi dirinya sendiri dengan cara mengintai-intai arah mata angin kekuasaan. Energi akan habis jika pemimpin terus berusaha mengenali siapa kawan siapa lawan.

Dengan penuh kesyukuran, saya merasa terhindar dari komunitas dan masyarakat semacam itu. Saya merasa hidup dalam satu komunitas, yakni setiap entitasnya dengan penuh semangat, keyakinan, dan tanggung jawab memperjuangkan kesejahteraan dan kemajuannya sendiri. Membaca tulisan Kelley itu, saya merasa memiliki para pengikut efektif.

Kesuksesan rakyat Indikator pernyataan saya itu jelas. Hal tersebut bisa dilihat dari beragam pengakuan dan penghargaan nasional yang dianugerahkan kepada saya selaku pimpinan daerah. Mulai 2009, saat peng- anugerahan Lencana Ksatria Bhakti Husada Arutala atas pembangunan di bidang kesehatan, penghargaan di bidang pangan pada 2010, penghargaan di bidang pariwisata pada 2011, sampai Bintang Mahaputra Utama pada 2012.

Meningkatnya daya saing daerah juga menjadi indikator betapa followers yang saya pimpin adalah pengikut efektif. Laju pertumbuhan ekonomi 2012 naik 5,85 persen, capaian investasi Rp 1,1 triliun, ketahanan pangan membaik, laju penurunan kemiskinan yang sangat progresif atau angka pengangguran sebesar 5,21 persen merupakan bukti ketidakpasifan, hasil kerja keras, dan ikhtiar bersama seluruh masyarakat.

Tanpa tentaranya, Napoleon hanyalah lelaki yang memiliki ambisi besar. Keberhasilan atau kegagalan sebuah organisasi tidak saja merupakan buah dari efektivitas pemimpin, namun juga gambaran sejauh mana kualitas pengikutnya.

Para pemimpin hendaknya membuka mata, sukses kepemimpinannya sangat tergantung pada komunitas yang dipimpinnya. Karenanya, sukses seorang pemimpin pada hakikatnya adalah sukses juga bagi rakyatnya, fakta etis yang mengingatkan para pemimpin untuk berterima-kasih kepada rakyat dengan terus berupaya berkhidmat dan menyejahterakan mereka.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar