Senin, 18 Februari 2013

Siaga Hadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN


Siaga Hadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
Budhi Wibowo Pelaku Perdagangan Internasional,
Dosen Luar Biasa Universitas Ciputra
JAWA POS, 18 Februari 2013


JANGAN kaget jika suatu saat penjual siomay yang berkeliling di perumahan Anda bukan lagi bernama Cak Man, tetapi Mr Nguyen yang berasal dari Vietnam. Cak Man, pedagang siomay langganan Anda, terpaksa gulung tikar karena kalah bersaing. Mr Nguyen bekerja lebih keras dan cerdik, serta siomay dagangannya lebih lezat. 

Saat ini tentu terasa aneh kalau ada penjual siomay dari Vietnam menjajakan dagangannya di perumahan Surabaya. Tetapi, di masa depan yang dekat mungkin terjadi dengan adanya ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai 2015.

Meskipun ASEAN merupakan perhimpunan sepuluh negara berdaulat, AEC adalah penyatuan ASEAN sebagai satu kesatuan wilayah ekonomi. Dengan demikian, perdagangan antarnegara ASEAN yang saat ini tergolong perdagangan ekspor/impor nanti dianggap sebagai perdagangan lokal. Pergerakan barang antarnegara ASEAN akan berlangsung secara bebas, tanpa dikenakan bea masuk. Persis dengan European Economic Community (EEC) yang telah menjadi European Union (EU). 

Bagi kalangan pengusaha, perbatasan antarnegara selalu dianggap sebagai hambatan karena adanya prosedur ekspor/impor. Dengan adanya AEC, hambatan tersebut akan hilang. Pengusaha bakal lebih mengutamakan kedekatan jarak, tidak lagi mempertimbangkan perbedaan negara. Sangat mungkin akan terjadi, pedagang kopra di Sulawesi Utara lebih senang mengirimkan produknya ke Filipina daripada ke Jawa. Industri makanan di Kota Kuching, Malaysia, bakal lebih senang mengirimkan produknya ke Pontianak daripada ke Kuala Lumpur yang berjarak lebih jauh.

Lebih Dahsyat daripada FTA 

Adanya area perdagangan bebas (free trade area -FTA) yang berlangsung beberapa tahun terakhir ini menimbulkan dampak yang besar, terutama bagi para pengusaha. Namun, dampak AEC akan jauh lebih dahsyat daripada adanya FTA. AEC akan berdampak bukan saja kepada para pengusaha, tetapi juga kepada seluruh lapisan masyarakat.

Dengan adanya AEC, warga ASEAN bisa dengan bebas mencari kerja di seluruh negara ASEAN. Dengan demikian, tenaga kerja Indonesia akan bersaing dalam mencari pekerjaan di Indonesia dengan para pencari kerja dari seluruh ASEAN. Namun, di pihak lain, tenaga kerja Indonesia juga bebas mencari kerja ke seluruh negara ASEAN. Para pencari kerja dari seluruh ASEAN tersebut juga akan bersaing dalam mencari kerja di bidang jasa, misalnya tenaga profesional di bidang kesehatan, perhotelan, dan pendidikan. 

Dalam hal investasi, para pengusaha ASEAN dapat menanamkan modalnya di seluruh negara ASEAN. Para pengusaha ASEAN bisa menjadi penguasa mayoritas saham di perusahaan mana pun di ASEAN. Para pengusaha Indonesia akan bersaing dengan pengusaha ASEAN lainnya dalam melakukan investasi di seluruh ASEAN, termasuk di Indonesia.

Dalam dunia pendidikan, lembaga pendidikan di Indonesia akan bersaing dengan lembaga pendidikan di seluruh ASEAN. Siswa warga negara ASEAN boleh memilih menempuh studi di lembaga pendidikan mana pun di ASEAN. 

Peluang Bisa Jadi Bencana 

Dengan adanya AEC, negara anggota ASEAN diperbolehkan menjual produknya kepada konsumen di seluruh ASEAN. Hal tersebut bisa menjadi peluang yang sangat besar bagi Indonesia karena total penduduk ASEAN sekitar 600 juta. Namun harus diingat, pangsa pasar sekitar 600 juta orang tersebut juga akan diperebutkan oleh pengusaha lainnya dari seluruh ASEAN.

Sama halnya dengan sewaktu menghadapi adanya ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) 2010, pemerintah kelihatan belum siap dalam menghadapi AEC. Para pengusaha Indonesia yang dua tahun lagi akan bersaing dengan seluruh pengusaha ASEAN belum terlihat mempersiapkan diri. Bahkan, hingga saat ini, hanya sebagian kecil pengusaha Indonesia yang mengetahui adanya AEC 2015. Padahal, adanya AEC akan membawa dampak yang besar bagi usaha mereka.

AEC akan menjadi peluang yang sangat besar bagi negara ASEAN yang telah mempersiapkan diri. Tetapi, bagi negara yang tidak siap, itu akan menjadi bencana besar. 

Pemerintah harus memprioritaskan beberapa sektor industri yang mempunyai daya saing tinggi. Misalnya, industri yang berbahan baku agro (pertanian, perkebunan, perikanan), makanan-minuman, tekstil,furniture, alas kaki, semen, dan elektronika. Industri-industri itu harus lebih unggul.

Dunia usaha harus melakukan berbagai inovasi, efisiensi, dan peningkatan produktivitas karyawan secara terus-menerus. Adanya berbagai hambatan birokrasi yang mengakibatkan ekonomi berbiaya tinggi harus segera dihilangkan. Percepatan pembangunan infrastruktur amat diperlukan untuk me­nekan biaya logistik dan transportasi yang selama ini memperlemah daya saing industri Indonesia.

Pendidikan di Indonesia juga harus bisa menghasilkan SDM yang mampu berkompetisi di tingkat ASEAN. Seluruh jenjang pendidikan di Indonesia perlu segera memperbaiki kurikulum agar nanti lulusannya bisa siap pakai dan me­miliki kompetensi serta kualifikasi internasional. Dengan demikian, mereka bakal bisa menjadi pekerja profesional yang tidak kalah dengan tenaga kerja profesional dari negara-negara ASEAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar