Kamis, 14 Februari 2013

Roda Pendidikan Vokasi


Roda Pendidikan Vokasi
Elfindri   Guru Besar Ekonomi SDM Universitas Andalas 
REPUBLIKA, 12 Februari 2013


Jauh hari kekhawatiran muncul akan tingginya angka kelahiran, terutama sulitnya menyediakan bahan makanan. Makna di belakang itu adalah pembatasan kelahiran. Belakangan, tidak saja persoalan pangan yang sulit terpenuhi. Anak-anak yang tumbuh memerlukan pendidikan yang berkualitas. Semakin banyak saudara, semakin kecil kemungkinan orang tua mengirim anaknya pada sekolah yang kualitasnya bagus.

Memang tanggung jawab pendidikan tidak saja terpenuhi di sekolah, tapi juga di lingkungan rumah dan sosialnya. Di sekolah pun, pendidikan yang baik berjalan jika kombinasi dari peranan guru, kepala sekolah, serta penerapan kurikulumnya tepat. Proses pendidikan di rumah pun menjadi penting karena memang anak-anak menghabiskan sebagian besar dari usianya di luar satuan unit pendidikan. Pertanyaanya adalah siapa yang memainkan peranan penting agar kualitas pendidikan menjadi dapat tersedia?

Pengangguran Vokasi

Data pengangguran terbuka baru-baru ini memperlihatkan banyak anomali.
Angka pengangguran terbuka telah dapat menurun menuju enam persen pada 2012 yang sebelumnya masih pada kisaran sembilan persen pada 2007.

Jumlah pengangguran tamatan SMU sedikit turun dari Februari 2012 sebanyak 1.983.591 orang ke Agustus 2012 sejumlah 1.832.109 orang. Justru sebaliknya, jumlah pencari kerja berpen- didikan vokasi meningkat pada periode yang sama, dari 990.325 orang menjadi 1.041.265 orang. Padahal, jumlah pengangguran sarjana dapat sedikit menurun pada periode yang sama dari 541.955 orang menjadi 438.210 orang.

Anomali penawaran angkatan kerja vokasi demikian tentunya menjadi aneh. Saat pemerintah berupaya memperbanyak penyelenggaraan pendidikan vokasional. UU tentang pendidikan tinggi No 12 tahun 2012 juga memberi peluang kepada keterlibatan pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan komunitas. Tampaknya, gagasan dan pilihannya sudah pada koridor kebutuhan, mengingat pendidikan vokasi yang lebih terampil dianggap siap pakai, sementara pendidikan umum selama ini belum terampil. Bagaimana menjelaskan anomali di atas?

Pertama adalah sistem rekrutmen pendidikan menengah belum didasari atas penelusuran bakat. Orang tua dan anak lebih cendrung memilih pendidikan umum, sementara anak-anak yang kemampuannya belum terbangun dengan nilai yang rendah memilih untuk masuk ke jenjang pendidikan kejuruan.

Hanya sedikit anak yang sebenarnya berkeinginan sejak awal memasuki pen- didikan vokasi. Pilihan orang tua yang berpenghasilan rendah untuk mengirim anaknya ke jenjang pendidikan kejuruan adalah rasional karena semakin cepat dapat masuk ke pasar kerja.

Kedua, pendidikan kejuruan kita dihadapkan pada perubahan lingkungan bisnis yang sangat pesat. Sementara, penyesuaian terhadap penyediaan keterampilan kerja tersebut sangat diperlukan. Pada periode sebelum 2000, misalnya, masih langka sekolah kejuruan yang mengajarkan keterampilan elektornika. Seiring semakin masifnya teknologi komputer dan penggunaan telepon seluler, diperlukan keterampilan untuk terlibat dalam menghasilkan perangkat pendukung, pekerjaan perawatan, serta bisnis yang terkait dengan itu. Ke depan, bakal banyak bisnis kreatif, bisnis yang berkaitan dengan jasa perawatan sepeda motor, telepon seluler, dan masih banyak yang tidak terduga sebelumnya.

Ketiga, dengan semakin perlunya penyesuaian-penyesuaian oleh lembaga pendidikan, dengan sendirinya retraining bagi instruktur-instruktur menjadi penting. Pendidikan vokasi kita tidak semudah yang dibayangkan dalam kenyataannya. Biaya untuk menyelenggarakan pendidikan kejuruan bisa dua sampai empat kali lebih besar ketimbang pendidikan umum. Biaya ini diperlukan untuk penyediaan laboratorium dan bengkel kerja. Sementara, penyediaan biaya selama ini masih terbatas. Akibatnya, pertumbuhan pengelolaan pendidikan vokasi tidak secepat yang diharapkan. 

Jika di masa mendatang Indonesia ingin mengatasi penyediaan tenaga kerja terampil, sudah saatnya direncanakan betul bagaimana pendidikan kejuruan tersedia. Sebuah sistem mesti mendorong masyarakat untuk semakin besar peranannya pada masa yang akan datang. Perusahaan-perusahaan di daerah dapat di data untuk diajak memberikan kontribusi peran sosial yang lebih besar dalam menyediakan tempat magang kerja bagi anak-anak yang ingin memperdalam keterampilan kerja.

Penugasan kewenangan antara Kementerian Pendidikan dan Kementerian Tenaga Kerja mesti jelas. Penajaman dari jenis pendidikan vokasi yang disediakan di sekolah-sekolah juga harus didasari oleh pengembangan bidang yang secara spesifik diperlukan. Bidang yang paling banyak keterpakaiannya itu sejalan dengan perubahan eksternal. Jika rencana pengembangan pendidikan vokasi manpower vocational planning dapat tersedia, tentunya dapat dipedomani bagaimana tahapan-tahapan pengembangannya. Hanya dengan cara yang lebih fokus dan persiapan yang matang inilah pendidikan vokasi yang diidam-idamkan akan tersedia di tengah- tengah masyarakat.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar