Rabu, 06 Februari 2013

Prioritas APBD DKI


Prioritas APBD DKI
Andrinof Chaniago ;  Pengamat Kebijakan Publik
SUARA KARYA, 05 Februari 2013


Dana APBD DKI Jakarta diperkirakan cukup untuk membuat Ibu Kota DKI Jakarta berubah dalam empat tahun. Itu bisa terjadi apabila dilakukan dengan cara mengalokasikan anggaran secara tepat sasaran dan menghentikan kebiasaan membuat program yang mengada-ada. Atau, membesar-besarkan program yang tidak perlu.

Sementara itu, anggaran untuk program prioritas tentu bisa dialokasikan jauh lebih besar lagi. Apabila setiap rencana juga berhasil dieksekusi dengan baik, sehingga anggaran terserap optimal, maka hasil nyata dari program prioritas tentu akan terlihat.

Program yang harus diprioritaskan jelas untuk sektor transprotasi, seperti penyelesaian kemacetan Ibu Kota dalam program kerja 2013, yang tecermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI 2013 untuk anggaran pembelian angkutan kota.
Kemudian, prioritas untuk prasarana penanggulangan banjir. Sebab, ternyata sebanyak 22,68 persen warga meminta Pemprov DKI baru meningkatkan kinerja penanggulangan banjir. Kemudian, soal penanganan sampah dan revitalisasi sungai. Sebagaimana diluncurkan Pemprov DKI Jakarta, program-program prioritas itu memang harus dijalankan sehingga perubahan nyata terjadi di Ibu Kota ini. Banjir dan kemacetan serta permasalahan sampah dan kesehatan serta pendidikan dirasakan oleh masyarakat luas.

Coba simak, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta 2013 sebagaimana sudah disetujui oleh DPRD DKI Jakarta sebesar Rp 49,9 triliun. Penetapan dan penyusunannya berdasarkan perkembangan ekonomi makro sampai akhir tahun lalu dan proyeksi ekonomi 2013, yang mengalami peningkatan dengan pertumbuhan mencapai 7 persen.

Dalam pengadaan prasarana transportasi, warga Jakarta sendiri berhak mendapatkan penambahan jalan. Selama ini pemerintah cenderung mengabaikan penambahan ruas jalan bagi masyarakat sehingga berakibat kemacetan parah saat ini.

Penambahan ruas jalan umum bukan jalan tol di Ibu Kota itu sejalan dengan pembayaran pajak kendaraan oleh masyarakat. Apalagi, pemerintah mendapatkan pembayaran pajak yang sangat besar dari pertumbuhan kendaraan 11 persen per tahun, tetapi sebaliknya penambahan ruas jalan hanya 0,01 persen.

Sedangkan pembangunan jalan tol hanya layak dilakukan setelah hak warga untuk mendapatkan akses jalan maksimal. Misalnya, jalur khusus logistik dari kawasan industri ke pelabuhan atau pergudangan.

Sayangnya, warga DKI Jakarta umumnya tidak mengetahui jumlah APBD DKI Jakarta saat ini. Itu mengindikasikan bahwa perencanaan ABPD DKI Jakarta hanya berdasarkan pertimbangan elite eksekutif dan legislatif.

Seperti anggaran pendidikan, banyak tidak diketahui warga sehingga mendapat sambutan antusias ketika mengetahui bahwa pendidikan 12 tahun akan digratiskan. Padahal, itu sesuatu yang wajar mengingat pendidikan dalam APBD DKI Jakarta, alokasinya mencapai Rp 10 triliun.

Berkaitan dengan persoalan permukiman, pemerintah pada dasarnya juga kurang memperhatikan pentingnya hunian vertikal seperti rumah susun (rusun). Padahal, rusun diperlukan sebagai solusi kemacetan lalu lintas. Orang kota, suka atau tidak suka, harus didorong tinggal di hunian vertikal di tengah kota.

Penyebab lain kemacetan sifatnya struktural, yakni tata ruang dan tata bangunan. Banyak berdiri bangunan pencakar langit dan makin besar orang yang bermukim di pinggiran. Masyarakat saat ini makin tersingkirkan, sehingga cenderung bermukim ke daerah pinggiran kota lantaran makin tingginya pembangunan gedung di kota. Dampaknya, kemacetan pun kian tinggi terjadi di daerah pinggiran kota. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar