Jumat, 01 Februari 2013

PIP dan Infrastruktur Daerah


PIP dan Infrastruktur Daerah
Moh Ilham A Hamudy ; Peneliti di BPP Kementerian Dalam Negeri
REPUBLIKA, 30 Januari 2013



Berdasarkan Pasal 41 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah diamanahkan melaksanakan investasi jangka panjang dengan tujuan memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah menerbitkan PP No 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan No 52/PMK.01/2007, dan Keputusan Menteri Keuangan No 91/KMK.05/2009 guna membentuk lembaga Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

PIP sejatinya adalah satuan kerja di bawah Kementerian Keuangan yang mengelola investasi pemerintah. Tugas pokoknya memberikan pinjaman dengan bunga rendah kepada pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur dasar (jalan, rumah sakit, bandara, dan sebagainya). Adapun dananya diambil dari empat sumber, yaitu APBN, pendapatan internal, dana amanah (trust fund), dan sumber lain yang sah.

Tahun lalu, PIP telah mengucurkan penyertaan modal dan pinjaman sebesar Rp 20 triliun kepada daerah. Target itu senyatanya naik dua kali lipat dari target realisasi penyertaan modal dan pinjaman pada 2011, yaitu lebih dari Rp 9 triliun. Agaknya, tahun ini dana yang dikucurkan PIP ke daerah akan meningkat lebih tajam lagi. Salah satu daerah yang sudah memanfaatkan eksistensi PIP adalah Sulawesi Selatan (Sulsel).

Memang, untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pemerintah daerah bisa menggunakan model pembiayaan, seperti pola public-private partnership, obligasi daerah, dan pinjaman daerah ke bank. Namun, tampaknya Pemerintah Sulsel cukup cerdas dan jeli melihat peluang kerja sama dengan PIP yang menggunakan pola debt financing. Motif utama Sulsel merapat ke PIP adalah tentu untuk membenahi infrastruktur dasarnya yang dirasa masih kurang dan jauh dari ideal. Kota Makassar, misalnya, sarana jalan minimal 20 persen dari luas wilayah. Akan tetapi, di Makassar baru tersedia lima persen.

Pun, di Sulsel tidak ada jalur alternatif penghubung lintas kabupaten/kota.
Selain itu, masih banyak kabupaten/kota yang terisolasi di Sulsel. Dampaknya, tidak hanya ada daerah tertinggal dari hubungan sosial, tetapi juga ada daerah di Sulsel yang sukar memasarkan hasil produksinya sehingga inflasi dan biaya hidup di daerah itu tinggi.

Begitu pula jalan yang mengoneksikan pasar kecamatan dengan pasar kabupaten, pasar provinsi, dan interkoneksi antara pasar provinsi dan pasar nasional atau global (export oriented), masih sangat kurang. Sementara untuk mewujudkan Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia di Sulsel, khusus Koridor IV, dibutuhkan nilai investasi lebih dari Rp 334 triliun.

Dengan besaran nilai investasi itu, Sulsel membutuhkan banyak investor yang berani menanamkan modal besar guna menunjang program ekonomi. Karena itu, Sulsel harus melakukan percepatan pembangunan sejumlah infrastruktur di kabupaten/kota yang merupakan prasyarat masuknya investor.

Selain itu, pemerintah provinsi juga harus memberikan jaminan terkait kondusivitas daerah serta penerapan regulasi investasi yang fleksibel. Karena itu, pengujung 2012 lalu, PIP resmi mengabulkan permohonan pinjaman Pemerintah Provinsi Sulsel sebesar Rp 500 miliar. Pinjaman tersebut diberikan PIP untuk membangun infrastruktur dasar, yaitu 10 ruas jalan dan satu jembatan. Pinjaman diberikan dalam jangka lima tahun dan masa tenggat pembayaran pokok 16 bulan. Bunga pinjaman 7,75 persen efektif per tahun.

Tanpa meminjam kepada PIP, tentu Sulsel akan kesulitan membangun infrastruktur. Selama ini, biaya pembangunan dan perbaikan infrastruktur, terutama jalan dan jembatan, hanya bersumber dari APBD. Sementara, tahun ini Sulsel berkewajiban membenahi 44 ruas jalan yang tersebar di seluruh kabupaten/kota sepanjang 300 km.

Tahun lalu, anggaran perbaikan maupun pembangunan jalan yang dialokasikan melalui APBD Sulsel hanya Rp 300 miliar. Jumlah itu tentu masih rendah. Sebab, total panjang jalan yang ditangani mencapai 1.220 km. Setiap tahun, Sulsel hanya mampu menuntaskan sekitar 61 km jalan provinsi karena keterbatasan anggaran. 

Pinjaman Rp 500 miliar itu pun sebenarnya masih kurang. Karena untuk memperbaiki 44 ruas jalan di 24 kabupaten/kota di Sulsel, diperkirakan menelan anggaran Rp 900 miliar hingga Rp 1 triliun. Namun, dengan pinjaman PIP, paling tidak bisa membantu meringankan beban pemerintah provinsi. Minimal, disparitas antarwilayah kabupaten/kota akibat rendahnya aksesibilitas bisa dikurangi. Peningkatan dan pengembangan infrastruktur tentu akan memberikan manfaat terhadap masyarakat dan pertumbuhan ekonomi regional di Sulsel. Selain itu, dengan pinjaman Rp 500 miliar, kemungkinan untuk menghasilkan keuntungan investasi senilai Rp 5 triliun juga cukup besar.

Langkah yang mesti ditempuh pemerintah provinsi dan DPRD Sulsel adalah segera mengesahkan peraturan daerah yang mengatur penggunaan pinjaman PIP itu. Perlu juga diperhatikan, dana PIP tidak boleh mengendap di kas daerah lebih dari dua hari. Proses pencairan hanya dapat dilakukan bila pemerintah provinsi telah mengajukan uang muka dari kontrak proyek. Pembayarannya pun berdasarkan progres pelaksanaan proyek.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar