Selasa, 12 Februari 2013

Pers di Tahun Politik


Pers di Tahun Politik
Atmakusumah ;   Pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS)
SUARA KARYA, 11 Februari 2013



Tahun 2013 adalah tahun politik. Media massa pada bulan-bulan mendatang masih akan dihadapkan pada pemberitaan-pemberitaan politis karena persiapan menghadapi Pemilu 2014. Banyak persoalan politik harus diperhatikan secara saksama oleh pers Indonesia. Menjadi tantangan serius bagi pers nasional untuk tetap profesional dalam menyajikan berita-berita, khususnya berita politik, dengan senantiasa menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.

Profesionalisme menuntut sikap kritis, objektif, proporsional, dan independen dengan menyajikan berita yang mudah dipahami masyarakat. Yang penting, bagaimana pers nasional mampu mengetengahkan berita-berita politik sesuai kriteria ideal itu, tanpa harus menjadi korban politisasi. Oleh sebab itu, pers nasional harus jeli menyajikan pemberitaan-pemberitaan politik secara kondusif, yang bermanfaat bagi masyarakat, tanpa harus terjebak untuk memihak salah satu kekuatan politik tertentu.

Meski bukan rahasia lagi, banyak di antara media massa, baik cetak maupun elektronik, dimiliki oleh tokoh-tokoh elite partai tertentu. Namun, dalam menyajikan berita-berita politik, hendaknya mereka tetap profesional dengan menjunjung tinggi sikap kritis, objektif, proporsional, dan independen.

Dewan Pers telah menekankan, siapa pun pengusaha atau pemilik pers hendaknya tidak memengaruhi kebijakan redaksi. Dewan Pers juga terus mewanti-wanti agar pengusaha pers senantiasa menghargai idealisme pers di redaksi. Ini penting sebab tanpa idealisme pers, maka sebuah koran atau televisi, cepat atau lambat, akan ditinggalkan pembaca atau penontonnya.

Yang jelas, di tengah perkembangan dunia pers nasional yang makin dewasa, redaksi biasanya tidak akan membiarkan begitu saja pemilik atau perusahaan pers ikut campur tangan dalam kebijakan pemberitaan-pemberitaannya. Bahkan, redaksi harus bisa memengaruhi pemilik atau perusahaan pers agar menghormati dan menjaga idealisme pers.

Apalagi, fakta yang berkembang, beberapa pengusaha pers yang memiliki pengaruh politik kuat ternyata justru mampu mempertahankan idealisme pers hingga tetap terjaga. Pengusaha pers macam itu biasanya menyadari betul bahwa bisnis pers akan eksis apabila tetap menjaga idealismenya. Tanpa idealisme, media pers akan ditinggalkan masyarakat pembaca atau pemirsanya.

Memasuki tahun politik, manakala kemungkinan konflik-konflik politik makin tajam, media pers ke depan harus berani menyajikan pemberitaan-pemberitaan politik secara terus terang dengan fakta-fakta yang bisa dipertanggung-jawabkan. Hindari pemberitaan-pemberitaan politik yang memihak, apalagi berbau desas-desus, gosip atau isu-isu dengan fakta-fakta yang tidak jelas.

Media pers profesional harus mendalami kapasitas atau kemampuannya untuk senantiasa memberikan pelajaran-pelajaran politik yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam menyajikan berita-berita politik, pers nasional harus bersikap netral, independen, dan tidak condong pada kekuatan politik tertentu. Redaksi sebaiknya tidak berpihak pada salah satu tokoh atau elite orang per orang. Tetapi, berpihak pada konsep dan program yang diyakini paling baik dan paling adil bagi kehidupan masyarakat luas.

Dalam hal ini maka pemberitaan-pemberitaan politik secara kritis analisis berdasarkan hasil kajian investigasi secara mendalam lengkap dengan fakta-fakta yang jelas, sangat diperlukan. Hindari pemberitaan-pemberitaan politik yang sekadar mengutip pernyataan para pengamat, pejabat pemerintah, tokoh partai, atau anggota DPR tanpa pendalaman analisis investigatif yang memadai. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar