Jumat, 22 Februari 2013

Pemulihan Ekonomi Global


Pemulihan Ekonomi Global
Ryan Kiryanto Kepala Ekonom BNI
SUARA KARYA, 21 Februari 2013


Dalam Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia Ke-43 di Davos, Swiss, baru-baru ini, merebak optimisme bakal munculnya tanda-tanda pemulihan ekonomi dunia. Sejumlah pemimpin dunia mengungkapkan optimisme masing-masing setelah berbagai langkah perbaikan dilakukan, terutama di Amerika Serikat (AS) dan 17 negara Eropa yang tergabung dalam Euro Zone. Mereka yakin, krisis ekonomi dunia dengan episentrum Eropa akan segera berakhir. Paling lambat, akhir tahun ini, Eropa diyakini pulih dari krisis.

Laju pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini sedikit lebih baik dari tahun 2012. Jika tahun lalu 3,3 persen, tahun ini akan tumbuh 3,5 persen karena tidak akan banyak menghadapi kendala sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan ekonomi Jepang, kebangkitan ekonomi China, India dan Afrika diharapkan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dunia.

Kebijakan ekonomi AS--lewat quantitative easing-nya--juga dipuji sebagai faktor penguat pemulihan ekonomi dunia. Hambatan politis pun makin berkurang karena muncul soliditas bersama untuk memerangi krisis di negara masing-masing.

Jika dicermati, pertemuan Davos, muaranya memperjuangkan kepentingan nasional masing-masing. Setiap negara berusaha serius menarik minat investor dengan meningkatkan iklim investasi, mendongkrak produksi, dan menaikkan ekspor. Salah satunya dengan cara melonggarkan kebijakan moneter, menggelontorkan dana stimulus, secara sengaja menurunkan suku bunga dan memperlemah mata uangnya.

Pertemuan Davos secara fokus juga membahas upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja bagi 220 juta penganggur di seluruh dunia, terutama kaum muda. Maklum, sebelumnya IMF menurunkan prediksinya pada pertumbuhan ekonomi global 0,1 persen menjadi 3,5 persen.

IMF melihat bahwa proses pemulihan ekonomi yang rentan dan malu-malu masih bergantung pada sikap dan respons pemimpin 17 negara euro zone. Menurut IMF, kawasan Eropa sangat rentan karena mudah terkena krisis politik dan juga lambatnya proses pengambilan keputusan.

Namun, IMF yakin, secara umum perekonomian dunia akan menjadi lebih baik karena lembaga itu terus mendorong negara-negara Eropa menjalankan program penghematan secara disiplin untuk menekan porsi utang. Ini diperkuat dengan langkah Pemerintah AS yang membuat kemajuan signifikan pada konsolidasi fiskal.

Menyikapi perkembangan eksternal itu, Pemerintah Indonesia harus cerdas menyikapinya. Dalam era regionalisasi dan globalisasi dibutuhkan kerja sama dan koordinasi karena masing-masing saling membutuhkan. Namun, Indonesia tetap harus berusaha meningkatkan keunggulan produknya untuk menembus pasar negara lain.

Setelah bertumbuh 6,23 persen pada 2012 lalu, tahun 2013 ini ekonomi Indonesia diperkirakan melaju 6,3-6,7 persen. Dengan kondisi ekonomi domestik cukup baik dan peran ekspor masih 24 persen dari PDB, maka pertumbuhan ekonomi minimal 6,3 persen bisa dicapai asalkan pemerintah lebih serius mengerahkan semua potensi yang dimiliki.

Pertama, 50 juta kelas menengah atas dengan konsumsi per bulan di atas Rp 4 juta perlu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mengonsumsi produk lokal. Konsumsi kelompok itu mampu secara signifikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Tak banyak manfaat jika kelompok itu dibiarkan mengonsumsi produk impor yang terus membesar setiap bulan.

Kedua, perbaikan kepastian hukum, lewat reformasi dan penegakan hukum perlu menjadi prioritas. Ketiga, komitmen pembangunan infrastruktur jangan hanya menjadi slogan kosong. Tanpa ada percepatan pembangunan infrastruktur, investasi akan mandek dan pemodal asing akan mengarahkan investasinya ke negara lain. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar