Rabu, 13 Februari 2013

Pemimpin dan Rasionalitas Rakyat


Pemimpin dan Rasionalitas Rakyat
Benny Susetyo ;   Pemerhati Sosial
MEDIA INDONESIA, 12 Februari 2013


PARTAI politik berikut politisinya akan mendapat dukungan dari rakyat bila mereka memiliki kinerja yang baik, dan sebaliknya. Logika politik ini sedang berlangsung di Indonesia menjelang perhelatan politik 2014. Partai politik dan politisinya menghadapi reward dan punishment atas kinerja yang sudah dilakukan selama ini.
Kiprah dalam dunia politik selama ini terus berada dalam pantauan rakyat. Sayangnya, sebagian besar politikus dan partai politik tidak mendapatkan apresiasi positif. Jika mencermati kasus yang terjadi akhir-akhir ini, justru sebagian dari mereka menghadapi beragam skandal korupsi.

Laporan survei SMRC beberapa hari lalu memaparkan kinerja pemerintah dan dukungan terhadap partai, tren anomali politik 2012-2013. Laporan itu cukup mengejutkan, khususnya pada partai penguasa, yang mengalami penurunan dukungan sangat drastis. Partai yang berkuasa dalam dua kali pemilihan berturut-turut justru mengalami kemerosotan dukungan yang sangat serius.

Tak dimungkiri bahwa kenyataan tersebut merupakan akumulasi dari beragam persoalan, khususnya apresiasi masyarakat terhadap kinerja pemerintah selama ini. Bukan hanya itu, politisi di dalamnya yang terlibat skandal korupsi menjadi penyebab yang sangat jelas atas fenomena politik itu.

Sudah jelas bahwa keberlangsungan politik diwarnai dengan mekanisme reward dan punishment. Rakyat sudah pandai dalam membaca kisah politik dan kini tak lagi mudah dibohongi dengan citra sekalipun. Mereka bukan publik yang memilih partai secara dogmatis. Pilihan rasional mereka mengatakan akan mendukung siapa yang memiliki komitmen jelas untuk perubahan bangsa ini menjadi lebih baik.

Pemimpin Prorakyat

Apa yang bisa dipelajari dari pemaparan tadi ialah bahwa kepedulian rakyat terhadap 
penguasa (kinerja pemerintah dan partai) ternyata cukup tinggi. Salah satunya dapat dilihat dari apresiasi yang semakin rasional. Rakyat memilih mereka yang sungguh-sungguh bekerja untuk negara ini, bukan sekadar untuk kepentingan kelompok tertentu.
Pemaparan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa rakyat haus akan pemimpin bangsa yang sungguh-sungguh peduli atas masa depan negeri ini. Mereka merindukan pemimpin yang berani menegakkan keadilan dan kebenaran.

Bangsa kita memang membutuhkan figur pemimpin nasional yang kuat, tegar, demokratis, dan yang tidak selalu mengeluh dalam upaya mengeluarkan rakyatnya dari krisis berkepanjangan. Kedaulatanan. Kedaulatan rakyat menjadi prioritas utama dalam kebijakan dan visi mereka ke depan.

Karena itu, perlu cara pandang baru bagi calon pemimpin bangsa ini bahwa jika hanya dengan kekuatan/kekuasaan atau figur semata, krisis bangsa ini tidak terselesaikan. Bahwa hanya dengan meng hanya dengan mengandalkan kekuatan sendiri dan menegasikan kekuatan lainnya, bangsa ini akan semakin terjerumus pada jurang yang curam.

Bangsa ini tidak membutuhkan sosok pemimpin yang kuat, melainkan pemimpin yang memiliki orientasi yang jelas, berpihak kepada rakyat, dan bukan kepada pemilik modal. Pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya ukuran kesuksesan pemerintahan. Ukuran utamanya ialah berkurangnya jumlah orang miskin, berkurangnya pengangguran, berkurangnya kebodohan, berkurangnya kerusakan lingkungan hidup, berkurangnya jumlah korupsi, serta berkurangnya pelanggaran HAM, kekerasan, dan seterusnya.
Ini merupakan syarat mutlak kontrak moral terhadap siapa pun yang berani mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa. Siapa pun sosoknya tidak begitu penting. Yang dipentingkan ialah dipentingkan ialah apakah mereka benar-benar memiliki keutamaan ini. Keutamaan seorang pemimpin dinilai dari catatan moral dan pengabdian kepada bangsa yang pernah ia buat. Itu amat penting untuk melihat kesungguhan orang yang akan menjalankan sebuah roda pe merintahan.

Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang mampu berkomuikasi dengan rakyatnya, bukan dengan tangan besi, melainkan dengan hati yang jujur dan tulus. Ketulusan menjadi dasar seseorang untuk menghantarkan bangsa ini kepada masa depan.
Sikap tulus tersebut tentu harus disertai dengan kecerdasan dalam mengoordinasikan tujuan dan target yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai harus membebaskan masyarakat dari politik adu domba yang kerap dilakukan negara. Negara seharusnya memfasilitasi pertumbuhan nilai-nilai kemanusiaan yang tecermin dalam peradaban para aparaturnya. Aparatur yang beradab selalu mengutamakan tertib sosial dan hukum.

Karena itu, menjadi pemimpin bukanlah sebuah hadiah, melainkan amanat penderitaan rakyat. Tentu mereka harus kembali mengingat etika dan tujuan berpolitik. Berpolitik harus menjelma menjadi tindakan untuk melayani masyarakat. Orang yang terlibat dalam politik harus mengacu kepada moralitas kemanusiaan dan keadilan.

Politik dan pemerintahan harus menjadikan nilai moralitas publik sebagai acuan. Pemimpin sejati seharusnya meninggalkan keinginan dan nafsu kekuasaan politik sebagai sandaran hidup untuk memperoleh kekayaan. Sebab bila demikian, politik hanya akan menjadi arena investasi belaka: mengeluarkan berapa dan apa, dan mendapatkan berapa dan apa.

Komitmen berbangsa yang dimanifestasikan dalam bentuk kerelaan berkorban secara sungguh-sungguh merupakan salah satu langkah yang mengantarkan bangsa ini mencapai perubahan masa mendatang.

Mengapa tidak belajar dari para pendiri negara ini atas tingginya komitmen mereka terhadap pengorbanan lahir batin akan nasib bangsanya.

Setiap langkah yang mereka lakukan selalu diarahkan kepada upaya bagaimana rakyatnya hari ini lebih baik daripada kemarin, esok lebih baik daripada hari ini. Hal itu hanya bisa dilakukan bila pemimpin baru sungguh-sungguh berpihak kepada rakyat jelata, rakyat miskin, kaum penganggur. Mereka semua adalah penghuni mayoritas bangsa yang disebut Indonesia ini. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar