Selasa, 19 Februari 2013

Modus Pelemahan KPK


Modus Pelemahan KPK
Bambang Soesatyo Anggota Komisi III DPR, Presidium KAHMI 2012-2017
SUARA MERDEKA, 19 Februari 2013


PEMBOCORAN surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi bukti upaya pelemahan komisi antikorupsi itu tak pernah berhenti. Hikmah lain, rakyat diingatkan bahwa selama kekuasaaan dan penguasa tak bisa menahan diri maka upaya mewujudkan KPK yang bersih dan independen adalah mission impossible.
Masyarakat tak hanya menunggu hasil investigasi KPK terkait pembocoran surat penting itu tapi juga ingin melihat bagaimana cara komisi antikorupsi itu menuntaskannya. Terutama terhadap pembocor dokumen itu dan mengungkapkan motifnya. Bermotif mengacaukan proses hukum atau berlatar belakang politik?
Bagaimanapun pembocoran sprindik sulit dipisahkan dari pernyataan Presiden SBY yang bernada imbauan kepada KPK mengenai percepatan kejelasan status hukum Anas. Memang tidak ada pemaksaan hanya persoalannya, itu pernyataan presiden yang kebetulan ketua dewan pembina partai yang diketuai Anas. Karena itu, pemaknaan dari pernyataan presiden bisa melebar.
Kita patut menyesalkan pernyataan presiden karena berkesan tidak bisa menahan diri. Kalau imbauan itu disuarakan menteri, gubernur, atau pengusaha, sudah pasti dianggap angin lalu. Sedemikian penting persoalan internal partai yang dibinanya sehingga SBY mengeluarkan imbauan itu.
Di sisi lain, terhadap sejumlah kasus hukum yang merugikan rakyat dan negara, tindakan SBY berkesan minimalis. Semisal terhadap kasus Bank Century yang melibatkan Boediono (kini wapres) yang sudah berjalan tiga tahun. Karena itu, pihak yang berseberangan dengan Anas, atau pihak yang sekadar ingin menyenangkanpresiden, akan mengolah pernyataan presiden itu sedemikian rupa .
Pasalnya, dari pernyataan bernada imbauan itu terbersit minat atau kehendak presiden sehingga ”terjadilah” pembocoran sprindik tersebut. Dengan berupaya membocorkan surat perintah penyidikan terhadap Anas, pihak-pihak tertentu itu merasa sudah membantu dan menyenangkan presiden.  
Sudah barang tentu presiden tak pernah mengeluarkan perintah kepada stafnya untuk mencari tahu sprindik KPK atas status hukum Anas. Karena itu, pada awalnya khalayak memercayai penjelasan kantor kepresidenan mengenai posisi SBY dalam kasus ini. Tetapi tak semua orang mau percaya begitu saja dengan penjelasan tersebut.
Karena sprindik yang dibocorkan itu bersumber dari dokumen asli KPK, masyarakat seperti mendapat gambaran tentang status hukum Anas. Dokumen itu menegaskan Anas sebagai tersangka karena menerima gratifikasi mobil Toyota Harrier tatkala menjadi anggota DPR.
Dengan demikian, pembocor sprindik itu benar-benar mempersulit posisi KPK karena seperti ”dipaksa” tak boleh mengubah muatan surat itu.
Padahal, menurut Adnan Pandupradja, sprindik Anas belum layak diterbitkan karena belum ada gelar perkara yang dihadiri semua pimpinan komisi itu. Kalau dari gelar perkara itu pimpinan KPK sepakat menerbitkan sprindik, bisa dikatakan tak ada kegaduhan karena surat perintah itu memang sudah diperkirakan. Tentu akan sangat merepotkan jika pimpinan KPK belum bersepakat menerbitkan sprindik setelah gelar perkara.
Bagaimanapun, dugaan pembocoran sprindik berdampak buruk bagi KPK. Logis bila muncul anggapan bahwa komisi antikorupsi itu bisa diintervensi oleh penguasa. Ekstremnya, KPK sudah menjadi alat politik penguasa. Boleh jadi, ketika tiba saatnya nanti KPK secara resmi mengeluarkan sprindik dimaksud, anggapan seperti ini tidak akan hilang begitu saja.
Ada Konspirasi
Karena itu, penting bagi pimpinan KPK untuk selalu menyadari bahwa upaya merusak kredibilitas, reputasi, dan soliditas kepemimpinan komisi itu tak akan berhenti pada modus pembocoran sprindik. Sejalan dengan peningkatan kualitas independensi dan ketajaman pisau KPK, upaya melemahkan dan menghancurkan komisi itu terus berlanjut melalui berbagai modus.
Belajar dari pembocoran sprindik, kewaspadaan pimpinan KPK menjadi keharusan. Pasalnya, upaya pelemahan komisi antirasuah itu tidak hanya bersumber dari kekuatan eksternal tapi juga bisa dari internal yang berkonspirasi dengan eksternal.
Di negeri yang sarat praktik korupsi seperti Indonesia, institusi seperti KPK akan selalu menjadi sasaran tembak. Rongrongan tak hanya datang dari komunitas koruptor tapi juga penguasa. Karena itu, mewujudkan KPK yang bersih dan independen ibarat pekerjaan mulia yang harus diwujudkan kendati menghadapi tantangan berat.
Itulah pentingnya pimpinan KPK selalu waspada, dan tak kalah penting segera memperbaiki manajemen. Kalau sprindik bisa dibocorkan, itu pertanda kekuatan di luar yg ingin memperlemah KPK makin intens bermain. Selain memuat agenda kepentingan politik, kasus pembocoran surat perintah itu merupakan modus lain dari upaya melemahkan sekaligus merusak soliditas kepemimpinan komisi itu.
Mengingat mempertaruhkan reputasi dan kredibilitas, KPK harus berani menuntaskan kasus ini tanpa kompromi dan toleransi. Siapa pun orangnya yang terlibat harus ditindak tegas, dengan sanksi maksimal supaya tumbuh efek jera.
Untuk memenuhi tuntutan trasparansi, saya mendesak hasil investigasi internal dipaparkan kepada publik. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar