Rabu, 06 Februari 2013

Menuju Swasembada Sapi


Menuju Swasembada Sapi
Bambang Setiaji  ;   Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta
SINDO, 06 Februari 2013


Heboh suap impor sapi kepada Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak mengagetkan karena hal ini sudah terendus pers sejak lama. Justru yang mengagetkan adalah kenapa dengan publikasi yang sudah terjadi, gratifikasi tersebut masih saja berjalan bahkan langsung dengan seorang presiden partai yang selama ini dicitrakan bersih dan merupakan benteng terakhir. Okelah itu nasib partai yang memerlukan dana besar menghadapi Pemilu 2014 yang tidak mungkin dipikul dengan iuran anggota dan sumbangan sesuai perundangan. 

Dengan demikian, sudah semua partai tergulung arus korupsi dan tentu saja menyebabkan ketidakpercayaan rakyat. Keadaan ini memerlukan koreksi bersama, jika sistem yang dibangun menghancurkan moral bangsa dan eksistensi sebagai bangsa beradab, maka harus dikoreksi bersama sama. Sistem, juga ternyata tidak menghasilkan kualitas pemimpin negara dan khususnya di daerah. Sambil menunggu koreksi dalam bidang politik,kita akan bahas soal kerawanan sistem kuota.

Termasuk di dalamnya kuota impor sapi dan kuota lain, misalnya kuota BBM. Semua sistem kuota melahirkan korupsi dan pasar gelap. Kuota tidak lain adalah hak monopoli yang berupa rezeki nomplok atau durian runtuh. Siapa saja tentu mau mengeluarkan uang untuk memperoleh kuota atau hak monopoli karena merupakan bisnis yang mudah dihitung tanpa risiko. Kuota selanjutnya bisa dilakukan sendiri atau bisa dijual kepada pemasok lain. Kuota subsidi BBM misalnya, dapat menjadi bisnis baru dengan jalan membeli BBM bersubsidi dan dijual kepada atau dialihkan kepada pengguna lain.

Tentu bisa dilakukan kampanye dengan pendekatan moral bahwa membeli BBM bersubsidi hanyalah untuk orang tidak mampu. Akan tetapi, sistem yang berlubang adalah kesalahan itu sendiri yang tidak cukup diatasi dengan himbauan. Prinsip ekonomi adalah mencari yang paling menguntungkan atau profit maximization, semua peluang tentu akan digunakan. Dengan demikian, mudah untuk dibaca jika pihak swasta memperoleh hak kuota, tentu mudah diperhitungkan bagi hasilnya dengan yang memberi hak tersebut. Kuota mungkin dibenarkan jika yang memperoleh hak kuota adalah BUMN yang memenuhi asas transparan dan dikontrol oleh perwakilan rakyat. 

Negaralah yang berhak memiliki monopoli jika sesuatu komoditi diregulasi atau dikuota. Durian runtuh itu akan jatuh kembali ke tangan negara dan wajib dilaporkan secara transparan dan harus tunduk dengan pemeriksaan BPK. 

Peningkatan Konsumsi Daging Sapi 

Perbaikan ekonomi masyarakat ditandai dengan dua hal, yaitu menurunnya konsumsi karbohidrat yang bersumber kepada padi-padian dan umbiumbian disertai meningkatnya konsumsi protein yang bersumber kepada daging, ikan, telur, dan susu serta meningkatnya konsumsi gula. Dari data Badan Pusat statistik, terlihat selama sepuluh tahun terakhir kalori yang bersumber kepada padi-padian dan umbi-umbian menurun konsisten sebesar 1,3% per tahun, daging meningkat 3,2% per tahun, dan ikan meningkat 1,4% per tahun. 

Namun demikian, komposisi kalori yang bersumber dari protein daging,susu,telur, dan ikan masih rendah hanya sekitar 10%,sedang 90% masih bersumber pada karbohidrat. Atau dengan kata lain, konsumsi protein meningkat lebih pesat karena belum jenuh dan masih kecil, sedang konsumsi karbohidrat menurun landai karena sudah jenuh. Hal ini menunjukkan bahwa di masa depan kebutuhan daging dan khususnya sapi akan masih terus meningkat. Peningkatan itu bersumber tiga hal; yaitu pertama, perbaikan atau pertumbuhan ekonomi khususnya kelompok menengah dan menengah bawah yang membaik ekonominya dan belum jenuh konsumsi proteinnya. Kedua, pertambahan penduduk yang masih tinggi yaitu lebih dari 3 juta orang setiap tahun.

Dan ketiga, perbaikan pendidikan mewakili perubahan budaya yang juga berkorelasi positif terhadap perubahan pola konsumsi dari karbohidrat ke protein. Kebutuhan daging yang meningkat, sementara pasokan dalam negeri walaupun potensial cukup tetapi tidak optimal, menyebabkan kekurangan pasok yang kemudian dipenuhi dengan kuota impor. Impor sapi diperkirakan sebesar 80.000 atau 14% dari total kebutuhan. 

Apabila tidak ada hambatan distribusi, misalnya tidak ada permainan dan penimbunan, kenaikan harga daging sapi dalam negeri yang hampir dua kali lipat dibanding harga di negara tetangga, menandakan adanya kelangkaan. Penyebab kenaikan harga ini disebabkan oleh beberapa hal, dilihat dari sinyal harga data pasok dalam negeri mungkin tidak valid. Jumlah populasi sapi yang diperkirakan menyuplai kebutuhan dalam negeri sebenarnya lebih rendah. Atau jumlah populasi benar, tetapi distribusi dari daerah pusat sapi di daerah Indonesia bagian timur sebagai produsen sapi ke daerah Barat sebagai konsumen utama terhambat. 

Menuju Swasembada Sapi 

Melihat potensi Indonesia, sebenarnya mengherankan apabila negara ini mengimpor sapi baik hidup (bakalan) dan dalam bentuk beku. Di luar NTT, kita bisa menengok potensi Papua Barat dan Timur, terlihat tanah terbentang luas dengan kepadatan penduduk yang masih sangat rendah. Tanah Papua juga mendapat curah hujan yang cukup dengan rumput menghijau. Peternakan sapi di Papua sangat dimungkinkan dengan cukup memberi pagar terhadap tanah yang ada dan sapi cukup dilepas. 

Sapi-sapi ini akan tumbuh sehat dengan asupan yang alami. Namun demikian apa yang terjadi, sementara kita kekurangan pasokan sapi pada saat yang sama tanah dan rumput kita di Papua dibiarkan menganggur. Demikian juga tenaga kerjanya juga dibiarkan menganggur. Fungsi produksi nasional sedang macet apabila potensi sumber alam dan sumber daya manusia menganggur dengan kebutuhan teknologi hampir seumur sejarah manusia itu sendiri, yaitu beternak. 

Teknologi dasar yang seluruh rakyat sudah mengetahui, lebih ditambah anakanak muda alumni berbagai perguruan tinggi program studi pengolahan hasil pertanian. Apa yang tidak ada atau yang kurang dari keadaan ini? Manajemen atau orang yang bertugas merangkai sumber-sumber tersebut yang ternyata defisit. Beternak sapi dengan sistem dilepas, cocok dengan budaya Papua, tugas SDM mungkin hanya pada penangkapan dan penyembelihan. Infra-struktur yang perlu dibangun adalah pemotongan hewan di pelabuhan dan kapal dengan cool storage, untuk membawanya ke pasar-pasar seluruh Indonesia. Tidak mahal dan tidak sulit, dengan modal 0,1% APBN sebuah BUMN bisa merekrut anakanak muda untuk menjalankan bisnis tersebut. Kebergantungan pada impor dan harga diri bangsa akan meningkat disertai berkurangnya pengangguran kecukupan pasokan,dan membaiknya kualitas pangan rakyat. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar