Change is the law of life. And those who look only to
the past or the present are certain to miss the future. (John F Kennedy)
Kita sebagai manusia pasti senantiasa dituntut untuk
mampu beradaptasi dengan setiap perubahan. Perubahan merupakan sesuatu yang
mutlak tanpa terkecuali jika tidak ingin kehilangan peluang di masa depan.
Sama seperti manusia, begitu pula dengan pemerintah. Birokrasi di
pemerintahan pun juga harus terus melakukan perubahan dan pembenahan demi
pemberian pelayanan publik yang prima kepada masyarakatnya.
Faisal Basri (2009)
menjelaskan bahwa bagian penting dari kelemahan negara Indonesia adalah
kualitas birokrasinya. Mayoritas aparat birokrasi belum memiliki mental
sebagai pelayan masyarakat, melainkan justru mental penguasa yang ingin
"dilayani". Sehingga, terkadang memunculkan insensitif dari para
aparat birokrasi terhadap perbaikan dan inovasi demi pelayanan publik yang
lebih baik.
Birokrasi itu ibarat gerbong
kereta yang sangat panjang. Saat terdapat perubahan arah dari lokomotif
yang berada paling depan, maka gerbong-gerbong di belakangnya akan
mengikutinya dengan bertahap, bahkan cenderung lambat. Maka, perlu adanya
upaya keras dari semua unsur birokrasi tersebut untuk beradaptasi dengan
perubahan. Salah satu terobosan untuk melakukan perubahan di lingkungan
pemerintahan adalah optimalisasi penggunaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK).
E-Government
Kemajuan teknologi merupakan
salah satu bentuk perubahan zaman. Saat ini teknologi sudah berkembang
dengan sangat cepat, termasuk teknologi di bidang informasi dan komunikasi.
Hasil penelitian tahunan yang dilakukan oleh Yahoo (TNS Net Index)
menunjukkan bahwa penetrasi internet telah mengalami kenaikan yang
signifikan tiap tahunnya, dari 28 persen tahun 2009 hingga mencapai 57
persen pada 2012. Dengan 43,6 juta jumlah pengguna Facebook dan 19,5 juta
jumlah pengguna Twitter, Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan
tingkat penggunaan social media
terbesar di dunia.
Dengan semakin meluasnya
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pemerintah juga harus
memanfaatkannya guna meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pelayanan
publik prima yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi, atau yang
lebih kita kenal dengan istilah E-Government tersebut, sebaiknya bukan
hanya sekadar mengikuti tren global, melainkan juga merupakan suatu langkah
strategis dalam upaya meningkatkan akses dan mutu layanan kepada
masyarakat.
E-Government dapat mempermudah
masyarakat mengakses berbagai informasi dan mendapat berbagai pelayanan
tanpa harus datang langsung ke institusi pemerintahan
terkait. Keterbukaan
informasi juga akan mendorong terciptanya good governance dalam
pemerintahan karena meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
lembaga-lembaga publik. Selain itu, E-Government juga diharapkan dapat
memperbaiki produktivitas dan efisiensi birokrasi sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Misalnya, salah satu contoh penerapan
E-Government yang dilakukan Pemprov Jabar melalui sistem Layanan Pengadaan
Barang/Jasa secara Elektronik (LPSE) terbukti menghasilkan efisiensi
sekitar 1,6 triliun rupiah. Dengan penerapan satu jenis layanan berbasis
E-Government saja pemerintah sudah dapat merasakan manfaatnya, khususnya
dari segi efisiensi.
Selama dua tahun
berturut-turut, Korsel telah dipilih menempati posisi pertama dari 190
negara dalam United Nations
E-Government Survey. Pemerintah negeri ginseng ini mendapatkan nilai
tertinggi baik pada E-Government
Development Index maupun pada E-Participation
Index. Maka, dari itu, sudah sepatutnya bagi pemerintah Indonesia untuk
mengambil pelajaran yang dapat dipetik dari keberhasilan E-Government di Korea.
Ada beberapa poin penting yang
perlu ditingkatkan dalam penerapan E-Government di Indonesia.
Pertama, pemasifan
E-Government. Demi pembangunan ekonomi dan peningkatan pelayanan publik
secara nasional, semua lembaga pemerintahan, baik pusat maupun daerah,
harus menerapkan E-Government. Untuk itu, infrastruktur, meliputi
infrastruktur fisik, jaringan, maupun SDM juga harus dipersiapkan.
Kedua, standardisasi
E-Government. Sistem otonomi daerah yang diberlakukan sejak 1999 mengandung
konsekuensi bahwa sistem E-Government yang telah diinisiasi oleh Presiden
melalui Inpres No. 3 Tahun 2003 akan dijalankan juga oleh pemerintah
daerah. Oleh sebab itulah perlu adanya suatu standardisasi yang jelas dalam
pelaksanaannya agar kebijakan pengembangan E-Government dapat dilaksanakan
secara sistematik dan terpadu di seluruh wilayah Indonesia.
Ketiga, integrasi
E-Government. Lingkup pengembangan sistem E-Government mencakup skala
nasional. Maka, diperlukan kerangka komunikasi antarsistem E-Government di
daerah untuk saling berhubungan dan bekerja sama. Dalam implementasinya,
perlu ada mekanisme komunikasi baku antarsistem, sehingga masing-masing
sistem aplikasi dapat saling bersinergi untuk membentuk E-Government
services yang lebih besar dan kompleks.
Terakhir, sosialisasi kepada
masyarakat. Pemerintah harus melakukan kampanye pemasaran, sosialisasi dan
edukasi kepada masyarakat agar mereka sadar tentang keberadaan dan manfaat
E-Government. Pemerintah juga perlu terus mengevaluasi tingkat penerimaan
publik, kepuasan masyarakat terhadap layanan E-Government, serta frekuensi
dan intensitas penggunaan E-Government. Evaluasi ini penting agar
pemerintah dapat terus menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keinginan
masyarakatnya sehingga dapat terus memberikan pelayanan publik yang prima. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar