Sabtu, 02 Februari 2013

Menegakkan HAM di Era Demokrasi


Menegakkan HAM di Era Demokrasi
Fawaid ;  Peneliti Muda Prodi Politik Islam (PI)
Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan Ampel Surabaya
SUARA KARYA, 01 Februari 2013

  
Hak asasi manusia (HAM) dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain, hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Dalam perjalanan HAM fakta yang kita lihat sekarang masih belum berjalan mulus, tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Dalam kehidupan ini, mayoritas HAM hanya dijadikan alat legitimasi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, dan hanya dimonopoli dan berlaku bagi para oknum-oknum tertentu yang memiliki kepentingan ganda saja. Dengan demikian, HAM telah berputar haluan dari tujuannya. Maka, diperlukan untuk menegakkan kembali nilai-nilai HAM, yang tidak merata dan berfungsi lagi bagi seluruh manusia.
Ini bersamaan dengan lemahnya pemahaman kita terhadap makna dan pentingnya HAM itu sendiri. Padahal dengan kedangkalan pemahaman kita terhadap HAM akan membuat kita hanya manut-manut saja meskipun dijadikan alat untuk formalitas HAM. Tentu itu semua diakibatkan dari kurangnya sosialisasi tentang HAM terhadap masyarakat awam. HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila. Artinya, HAM mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan HAM tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan HAM bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain. Jadi, bagaimana kita memperjuangkan HAM tersebut agar tidak menyalahi HAM orang lain.
Negara RI mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Namun, kadang ini hanya berlaku pada para birokrat saja. Artinya, masyarakat masih tidak sepenuhnya bisa mendapatkan hak-haknya, misalnya, dalam konteks HAM. Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran, kebebasan dari kekurangan dan kelaparan. Di sini tidak semua bangsa Indonesia bisa menyuarakan pendapatnya dan fikirannya, karena sering tidak direspon, dan kekurangan dan kelaparan masih menjadi beban bagi bangsa Indonesia. Semua itu karena kurangnya pengawalan HAM yang baik pada bangsa ini.
Setelah Perang Dunia II, timbullah keinginan untuk merumuskan hak asasi yang diakui seluruh dunia sebagai standar universal bagi perilaku manusia. Usaha pertama ke arah standard setting ini dimulai oleh Komisi Hak Asasi Manusia (Commision on Human Rights) yang didirikan PPB pada 10 Desember 1948 (Miriam Budiardjo, 2010: 218) sebagai sejarah awal deklarasi HAM.
Dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang hak manusia, dijelaskan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib dihormati dijungjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. (Khadafi, M Si 2012: 160)
Majelis Umum PBB memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa, untuk menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya sehingga yang dicita-citakan oleh semua bangsa dan negara akan tercapai. Memang, ketika di salah satu negara persoalan HAM kurang mendapat perhatian maka suatu yang mustahil negara tersebut akan maju dan berkembang.
Jadi, HAM sebenarnya sesuatu yang ada pada diri manusia dan itu diperlukan untuk selalu diperjuangkan dalam kehidupan manusia. Karena, sebagai manusia tidak terlepas dari berbagai ancaman sosial dalam kehidupannya, seperti yang telah tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28C yang berbunyi, (1) setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusuia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.semua manusia pasti memiliki cita-cita untuk menjadikan diri yang terbaik, dan untuk mewujudkan itu, manusia harus memperhatikan HAM yang telah melekat dalam dirinya.
Dengan memahami kembali nilai-nilai HAM, maka semua hak kita sebagai manusia dalam berbangsa dan bernegara akan terpenuhi. Dengan demikian, aspirasi kita akan terwujud sebagaimana yang kita inginkan bersama. Maka, diperlukan sebuah pemahaman yang matang terhadap eksistensi HAM. Karena, tanpa kita mengetahui secara jelas pentingnya HAM bagi kehidupan. Namun, meskipun kita memiliki hak, sangat sulit bagi kita untuk menjalankan fungsi HAM tersebut. Karena, bagaimanapun hal tersebut merupakan harga mati bagi umat manusia agar kita sebagai manusia bisa mencapai kehidupan yang tenteram. Dhus, kita pun bisa berkreasi dalam kehidupan selama tidak melanggar HAM. Ini mengingat, sekarang ini era demokrasi. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar