Jumat, 15 Februari 2013

Marifat Budi Pekerti Ki Hadjar


Marifat Budi Pekerti Ki Hadjar
Ki Supriyoko  Guru Besar, Wakil Ketua Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa
JAWA POS, 15 Februari 2013


SOSIALISASI Kurikulum 2013 semakin gencar dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Model sosialisasinya pun beraneka ragam. Ada pimpinan Kemendikbud yang turun ke daerah dan ada pimpinan birokrasi pendidikan di daerah yang diundang ke Jakarta untuk diberi sosialisasi.

Wakil Presiden Boediono dikabarkan mendesak agar Kurikulum 2013 yang sarat dengan pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti itu segera diimplementasikan di sekolah (dan madrasah).

Mohammad Nuh sendiri selaku menteri pendidikan menyatakan bahwa Kemendikbud bertekad menjalankan Kurikulum 2013 seoptimal mungkin. Nanti para siswa diberi pemahaman agama dan budi pekerti yang baik. Jangan sampai kelak ada keluhan anak-anak yang dimasukkan ke sekolah justru bertambah nakal.

Konsep Ki Hadjar 

Bicara budi pekerti tidak bisa dilepaskan dari Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara. Sejak Ki Hadjar mendirikan Tamansiswa pada 1922, budi pekerti menjadi ''educational mark'' Ki Hadjar.

Dalam majalah Poesara edisi Februari 1954, Ki Hadjar menyatakan bahwa budi pekerti wajib disampaikan kepada siswa oleh semua guru. ''Pengajaran budi pekerti sebaiknya diberikan secara spontan oleh sekalian pamong; jadi menurut adanya setiap kesempatan dan tidak harus menurut daftar pelajaran. Pendidikan budi pekerti harus diberikan oleh tiap-tiap pamong, baik ia mengajarkan bahasa, sejarah, kebudayaan, maupun ilmu alam, ilmu pasti, menggambar, dan sebagainya,'' tulisnya.

Untuk menjabarkan konsepnya, Ki Hadjar menyampaikan empat tingkat dalam menanamkan budi pekerti kepada anak didik. Yaitu, syari'at, hakikat, tarikat, dan makrifat.

Tingkat syari'at cocok diberikan kepada anak yang sangat muda, dalam hal ini anak TK dan RA (raudhatul atfal). Adapun metodenya adalah membiasakan berperilaku baik menurut norma masyarakat. Anak TK dan RA tidak perlu diberi teori tentang budi pekerti, tapi langsung dibiasakan berperilaku yang baik menurut ukuran umum. Misalnya, mengucapkan salam ketika bertemu teman, menyatakan hormat ketika bertemu guru, dan mencium tangan kalau berhadapan dengan orang tua.

Tingkat hakikat cocok diberikan kepada anak berusia di atasnya, dalam hal ini murid SD dan MI. Anak tetap dibiasakan berperilaku baik menurut ukuran umum, tapi dalam waktu bersamaan mulai perlu diberi pengertian sederhana mengenai mengapa mereka harus berbuat demikian. Contohnya, selain dibiasakan mengucapkan salam sewaktu bertemu teman, mereka diberi pengertian tentang pentingnya mengucapkan salam itu. Misalnya, ucapan salam dapat menimbulkan ikatan hati dan keakraban lahir batin antarteman.

Tingkat tarikat cocok diberikan kepada anak berusia di atasnya lagi, dalam hal ini siswa SMP dan MTs. Siswa tetap dibiasakan berperilaku baik, diberi pengertian mengenai pentingnya hal itu dilakukan, tapi pada waktu bersamaan disertai aktivitas pendukung yang cocok. Misalnya, bagaimana anak-anak SMP dan MTs itu berkesenian, berolah puisi, berolahraga, dan bersastra ria sambil berolah budi. Contohnya, anak-anak SMP dan MTs dilatih menari ''halus'' sambil dijelaskan makna-makna gerakan di dalamnya untuk menanamkan budi pekerti.

Selanjutnya, tingkat makrifat cocok diberikan kepada anak berusia di atasnya lagi, yaitu siswa SMA, MA, dan SMK. Pemahaman dan kesadaran si anak disentuh sehingga berperilaku baik bukan sekadar kebiasaan dan berpengertian, tapi berkesadaran di lubuk hati untuk melakukan hal itu. Dalam bahasa Tamansiswa, sampai tingkat ''Tringa''. Yaitu, ngerti (mengerti),                     ngrasa (merasakan), dan nglakoni (menjalankan). Si anak mengerti maksud berperilaku baik dan perilakunya tersebut dijalankan berdasar kesadaran diri.

Mari Disempurnakan 

Apakah Kurikulum 2013 yang sedang dikembangkan sudah mendasarkan, antara lain, pada konsep konkret dan layak diterapkan seperti rumusan Ki Hadjar tersebut? Entahlah. Tapi, setahu saya, tidak banyak tokoh Tamansiswa, yang didirikan Ki Hadjar, yang dilibatkan dalam pengembangannya.

Meski sosialisasi Kurikulum 2013 sudah dilakukan di mana-mana, penyempurnaannya masih dimungkinkan. Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah pernah menyatakan, Panja Kurikulum 2013 belum menerima dokumen resmi kurikulum dari Kemendikbud. Artinya, selama dokumen resmi kurikulum belum dikirim ke DPR, penyempurnaan masih terbuka untuk dilakukan.

Apakah konsep Ki Hadjar sudah diakomodasi dalam Kurikulum 2013 supaya penanaman budi pekerti di sekolah bisa dilakukan secara optimal? Entahlah! Apakah konsep Ki Hadjar sudah diakomodasi dalam Kurikulum 2013 untuk memajukan pendidikan di negara kita? Entahlah!

Yang jelas, kita masih memiliki sedikit waktu untuk menyempurnakan konsep Kurikulum 2013 itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar