Sabtu, 23 Februari 2013

Lima Langkah Kongkrit Atasi Banjir Jakarta


Lima Langkah Kongkrit Atasi Banjir Jakarta
Handi Sapta Mukti Praktisi Manajemen dan Teknologi Informasi;
Pemerhati Masalah Sosial & Lingkungan;
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Manajemen PPM 
SINDO, 23 Februari 2013


Awan mendung dan hujan lebat kini menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar warga Jakarta. Banjir yang datang mengiringinya terbukti dengan mudahnya melumpuhkan denyut nadi Jakarta. 

Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal Timur (BKT) yang digadang-gadang mampu mengendalikan banjir di Jakarta tidak berjalan seperti yang diharapkan. Mengapa? Karena pembangunan BKT maupun BKB yang lebih dulu ada belum menyentuh akar masalah penyebab banjir di Jakarta. Ibaratnya, seorang yang sedang sakit gigi diberi terapi obat penghilang rasa sakit (pain killer), maka rasa sakit itu akan tetap muncul selama penyebab sakit giginya tidak ditangani. 

Sepak terjang Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta dalam merespons banjir yang melanda Jakarta tempo hari patut diacungi jempol. Beliau secara aktif turun langsung dalam operasi pencegahan banjir yang lebih luas dan juga penanggulangan bencana terhadap masyarakat yang tertimpa musibah banjir kali ini. 

Namun, perlu diingatkan agar Jokowi jangan terlampau disibukkan dan tenggelam oleh masalah-masalah yang bersifat operasional, taktis, dan korektif. Jokowi harus lebih fokus pada tujuan strategisnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dalam hal ini salah satu tujuan strategis beliau adalah membebaskan Jakarta dari masalah banjir. 

Strategi 

Menurut hemat saya, terdapat lima langkah strategis beserta program kerjanya yang harus segera dilakukan oleh Jokowi untuk membebaskan Jakarta dari masalah banjir. Kelima langkah strategis itu adalah :

Pertama, mengendalikan air sungai yang masuk Jakarta. Ini dapat dilakukan dengan program membangun waduk dan bendungan di wilayah hulu.Ini akan sangat efektif dalam mengendalikan dan menghindari Jakarta dari bahaya “banjir kiriman”. Inisiatif Jokowi untuk membuka dialog dengan gubernur Jawa Barat dan Banten untuk membahas hal ini patut diapresiasi, tetapi jangan berhenti sampai dialog saja. Jokowi juga harus secara persisten dan terus menerus mendorong prosesnya agar segera dapat dijalankan, jika perlu sampai melibatkan peran pemerintah pusat. 

Kedua, mengelola daerah aliran sungai (DAS) di dalam Kota Jakarta. Salah satu caranya adalah bebaskan DAS dari pemukiman penduduk, lakukan relokasi penduduk dengan membangun perumahan murah (rusunawa). Jokowi sudah mulai mewacanakan untuk menjalankan program ini, beberapa wilayah seperti Bukit Duri dan Cawang sudah disurvei dan diperkirakan biayanya, kita tunggu saja konsistensi beliau dalam melaksanakannya. 

Ketiga,mengendalikan laju air permukaan (run-off) di Jakarta. Pembangunan kota Jakarta yang tidak terkendali dan terencana menyebabkan semakin berkurangnya wilayah resapan air di Jakarta. Hal itu diperparah lagi dengan buruknya sistem drainase yang ada. Akibatnya sudah jelas, saat puncak musim hujan, jalan-jalan di wilayah Jakarta berubah fungsi menjadi sungai-sungai yang tidak bisa dilalui kendaraan. 

Untuk langkah strategis ini harus dijalankan beberapa program seperti; pembuatan sumur resapan, memperluas area ruang terbuka hijau dan melakukan rehabilitasi dan peningkatan kapasitas sistem drainase. Untuk masalah ini, Jokowi pernah mewacanakan pembuatan deep tunnel yang menurut penulis kurang tepat. Jokowi harus melakukan analisa lebih mendalam baik geologis maupun geomorfologis wilayah Jakarta.

Seperti diketahui wilayah Jakarta adalah wilayah pantai di mana pada beberapa tempat ketinggiannya sudah sejajar dan bahkan lebih rendah dari permukaan air laut. Alih-alih dapat mencegah banjir, deep tunnel ini malah berpotensi menjadi jalan masuknya air laut (intrusi) ke wilayah daratan Jakarta nantinya. 

Keempat, mengendalikan rob. Salah satu sebab lamanya banjir di wilayah Pluit dan Muara Karang tempo hari adalah karena saat banjir melanda Jakarta dibarengi dengan air laut pasang di wilayah Utara Jakarta. Satu-satunya jalan yang harus ditempuh untuk mengurangi pengaruh air laut pasang di wilayah Jakarta adalah dengan membangun tanggul pantai dan sistem pintu air (watergate system). 

Jokowi jangan segan-segan untuk melibatkan tenaga ahli dari Belanda untuk hal ini.Pembahasan G to G antara Pemerintah Kerajaan Belanda dengan Pemerintah Republik Indonesia sangat mungkin dilakukan untuk program kerja sama ataupun bantuan teknologi dalam melaksanakan program kerja ini. 

Kelima, mengintegrasikan BKT dan BKB. Ada fenomena yang sangat menarik yang terjadi pada saat terjadi banjir besar Jakarta tanggal 17 Januari 2013 yang lalu, yakni betapa BKB yang menampung aliran sungai Ciliwung saat itu sangat over capacity, yang menyebabkan tanggul BKB jebol di wilayah Menteng (Latuharhari), sementara BKT yang mempunyai kapasitas lebih besar tampak under capacity. 

Padahal kalau kita tarik garis lurus dan ukur jarak terdekat BKT ke sungai Ciliwung (di sekitar Kampung Melayu) yang menjadi beban BKB tidak lebih dari 1 km saja. Di sini terlihat tidak terintegrasinya perencanaan pembangunan BKT dan BKB saat pertama kali dibuat.Seharusnya hal itu sudah terpikirkan sejak awal, mengingat sungai Ciliwung yang menjadi beban BKB mempunyai kapasitas dan debit yang lebih besar jika dibandingkan dengan kali Cipinang yang menjadi beban utama BKT.

Namun, kita patut gembira karena Pemda DKI di bawah pimpinan Jokowi cukup tanggap dengan permasalahan ini dan pembangunan sodetan sungai Ciliwung ke BKT sudah direncanakan untuk dilaksanakan, ke depannya penyeimbangan beban antara BKB dan BKT seharusnya sudah dapat dilakukan. 

Pengendalian Hujan 

Menurut penulis, kelima langkah strategis tersebut di atas yang harus menjadi prioritas dan fokus Jokowi di dalam mengatasi masalah banjir di Jakarta. Langkah pengendalian hujan untuk menghindari banjir di Jakarta dengan memindahkan hujan ke wilayah lain (lautan) menurut penulis bukanlah suatu solusi, Itu boleh dikatakan hanya sebagai langkah darurat saja. 

Karena pengendalian hujan akan mengganggu kesetimbangan ekologis wilayah Jakarta. Jakarta tetap membutuhkan hujan, karena banyak manfaat yang diperoleh dari hujan tersebut.Yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengelola air hujan itu agar tidak menimbulkan banjir. 

Untuk itulah Jokowi harus berkonsentrasi menjalankan program-program kerja yang mendukung keberhasilan langkah- langkah strategis tadi, karena jika langkah-langkah strategis tadi berhasil dijalankan semua maka sudah dapat dipastikan tujuan strategisnya yaitu terbebasnya Jakarta dari masalah banjir semestinya akan tercapai. 

Jokowi tidak perlu takut dan ragu-ragu untuk bergerak, segera putuskan dan laksanakan, karena rakyat dan seluruh masyarakat Jakarta pasti akan mendukungnya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar