Jumat, 22 Februari 2013

Kurikulum 2013 dan Generasi Emas


Kurikulum 2013 dan Generasi Emas
Aburizal Bakrie Ketua Umum Partai Golkar
KOMPAS, 22 Februari 2013


Kalau bicara tentang pendidikan, berarti kita bicara tentang masa depan bangsa. Dan, ketika bicara masa depan bangsa, apa pun harus kita pertaruhkan. Apalagi kurikulum baru ini, Kurikulum 2013, akan melahirkan generasi emas tahun 2045, saat bangsa Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya.

Kurikulum merupakan salah satu instrumen amat sentral dan strategis untuk mencapai tujuan sekaligus pedoman pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu, pergantian kurikulum pendidikan harus ditelaah secara mendalam agar benar-benar selaras dengan tujuan yang diharapkan.

Bagaimanapun, kurikulum pendidikan bukan sekadar pedoman teknis penyelenggaraan pendidikan, melainkan juga mencerminkan falsafah hidup bangsa, petunjuk arah ke mana bangsa ini akan dibawa, dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa di masa depan. Artinya, pendidikan yang tecermin dalam suatu kurikulum adalah strategi untuk mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta paling penting memperkuat jati diri bangsa.

Jati diri suatu bangsa akan selalu dihadapkan pada dinamika perkembangan global. Perkembangan global abad ke-21 telah demikian kompleks. Suatu bangsa akan eksis dan maju manakala mampu menjawab tantangan global dengan baik. Di sini, kata kuncinya adalah pendidikan yang baik. Dengan pendidikan yang baik, kita mempersiapkan sumber daya manusia terdidik, dengan kompetensi yang dapat diandalkan mengangkat derajat daya saing bangsa: menjadi bangsa yang maju dan kompetitif.

Aspek Lokalitas

Pendidikan yang baik mutlak butuh kurikulum yang baik pula. Sebuah kurikulum yang didesain mampu menjawab tantangan perubahan zaman, mempersiapkan peserta didik untuk tidak saja jadi manusia-manusia unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga memperkokoh jati diri bangsanya. Sebaik apa pun kurikulum, tidak akan memberikan manfaat manakala tak benar-benar diarahkan untuk memperkuat jati diri bangsa. Oleh karena itu, jangan sampai perubahan kurikulum yang kita lakukan justru mengabaikan aspek-aspek lokalitas dan berbagai hal yang terkait dengan jati diri bangsa.

Sejak 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami sembilan kali perubahan, yaitu pada 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan itu konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Jika pada 2013 ini kurikulum juga akan berubah, berarti secara mendasar perubahan kurikulum pendidikan di negara kita sudah mencapai 10 kali.

Terkait dengan hal itu, jangan hanya pergantian kurikulum dan uji coba kurikulum saja yang menjadi perhatian. Juga bagaimana menjadikan sektor pendidikan pilar utama pembangunan nasional dan pendorong kemajuan bangsa sehingga kita tak tertinggal dengan negara lain dalam kompetisi global.

Sejarah membuktikan, kurikulum pendidikan yang seharusnya mengantarkan rakyat Indonesia eksis dan mampu berkompetisi di dunia internasional ternyata belum seperti yang kita harapkan. Menurut sejumlah survei internasional, kualitas pendidikan nasional secara umum masih tertinggal dari negara lain. Oleh karena itu, saya mendukung langkah pemerintah menciptakan kurikulum yang lebih antisipatif, menyesuaikan dengan tuntutan zaman, yang diyakini mampu melahirkan anak-anak negeri yang sanggup bangkit, mengangkat harkat dan martabat bangsa di dunia internasional, tanpa kehilangan jati diri sebagai manusia Indonesia.

Perubahan kurikulum, antara lain, dimaksudkan untuk menyongsong generasi emas Indonesia. Jika perubahan kurikulum ini dilakukan sekarang, peserta didik atau siswa sekolah saat ini akan berusia 40-50 tahun pada tahun 2045, pada saat bangsa Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Rentang usia tersebut adalah usia produktif pada level kepemimpinan di segala sektor dan bidang pekerjaan. Alhasil, masa itu adalah abad emas bagi Indonesia.

Lembaga internasional, seperti Goldman Sachs dan McKinsey Institute, telah meramalkan Indonesia akan masuk sebagai the next BRIC (Brasil, Rusia, India, dan China). Lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan IMF juga mengatakan, Indonesia termasuk the emerging market countries seperti Turki dan Korea Selatan.

Prediksi demikian bukan suatu hal yang mustahil, mengingat Indonesia punya segala hal untuk maju. Sumber daya alam yang melimpah dan variatif serta penduduk yang besar (sekitar 230 juta jiwa), 70 juta jiwa adalah kelas menengah yang mempunyai daya kreatif dan daya beli yang tinggi. Belum lagi kekayaan budaya yang sangat dinamis dan variatif. 

Semua itu adalah potensi geopolitik dan geoekonomi yang sangat kuat bila dikelola secara baik dan terencana oleh manusia-manusia terdidik. Namun, kata kunci utamanya adalah pendidikan. Bagian terpenting dari pendidikan itu adalah adanya kurikulum yang komprehensif.

Jadi, yang perlu diingat, kita sedang menyusun kurikulum untuk generasi emas Indonesia. Sebuah generasi yang akan memimpin kebangkitan Indonesia menghadapi tantangan yang jauh berbeda dibandingkan saat ini.

Saran

Untuk itu, saya berharap penyusunan dan penerapan Kurikulum 2013 dilakukan secara cermat dan teliti sehingga dapat diimplementasikan sebaik mungkin, dengan melibatkan segenap komponen masyarakat terkait. Saya menyarankan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta jajarannya untuk melakukan sosialisasi secara optimal ke sejumlah kalangan terkait dengan penerapan kurikulum. Transisi implementasi kurikulum lama ke kurikulum baru hendaknya tidak menimbulkan beban pembiayaan yang tinggi bagi masyarakat.

Terkait dengan ini, saya ingin menekankan bahwa pendidikan adalah martabat bangsa. Karena itu, jangan sampai ada yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikannya akibat tidak mampu membayar biaya sekolah, tak mampu membeli buku dan lain-lain. Bila hal itu terjadi, itu berarti kita mengabaikan martabat bangsa.

Setiap perubahan tentu melahirkan tantangan sekaligus peluang untuk maju. Pengalaman bangsa kita dan juga bangsa lain tentu mengajarkan bahwa mengakomodasi nilai-nilai baru dan meninggalkan nilai-nilai lama yang usang dimakan zaman tentulah tidak mudah. Namun, selalu ada harapan dan optimisme untuk selalu maju ke depan menuju kondisi bangsa yang lebih baik dan maju.

Filsuf Bertrand Russel mengatakan, kurikulum penting, tetapi yang tak kalah penting juga metode pengajaran dan spiritnya. Dengan metode pengajaran yang tepat dan mengena dalam mengimplementasikan kurikulum pendidikan, ditambah spirit pendidikan yang selalu menyala di setiap pengajar dan peserta didik, proses pendidikan itu sendiri tidak terlepas dari rohnya.

Selamat bekerja Bapak Mohammad Nuh beserta jajarannya. Selamat mengantarkan generasi emas Indonesia menuju abad kejayaan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar