Rabu, 06 Februari 2013

Kuasa dan Pertobatan PKS


Kuasa dan Pertobatan PKS
Abu Rokhmad ;  Dosen Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang
SUARA MERDEKA, 05 Februari 2013


PENETAPAN Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka terkait dengan kasus dugaan suap impor daging sapi oleh KPK (30/01/13) sungguh mengejutkan kader dan publik. Bahkan hanya dalam hitungan jam, ketua umum parpol Islam yang menjadi mitra setia koalisi pemerintahan SBY langsung ditahan oleh KPK.

Cobaan yang menimpa Luthfi Hasan ibarat kiamat sugra bagi partai yang ia pimpin. Betapa tidak, KPK bukan menangkap tokoh tanggung melainkan seorang presiden partai. Tidak ada lagi alibi untuk menyebut kata oknum. Padahal, dalam budaya politik PKS, pimpinan puncak partai adalah figur anutan, moralis, amanah dan mendalam ilmu agamanya. Kualitas ilmu dan integritas pribadinya diakui oleh seluruh kader.     

Dalam sejarahnya, KPK tidak pernah meleset menuntut seseorang. Jika selama ini banyak kader partai itu yang berkelit dan tetap merasa bersih dalam kasus Misbakhun (kader PKS yang dibebaskan dalam kasasi kasus LC fiktif) maka kasus yang menimpa Luthfi Hasan menjadi tusukan langsung ke jantung partai tersebut. Citra bersih dan jujur partai yang dibanggakan, nyaris hancur dalam sekejap. Lebih-lebih kasus ini mencuat menjelang Pemilu 2014.

Makan Tuan

Kalangan politikus dan simpatisan non-PKS, tidak sedikit yang jengah dengan sikap sok bersih sebagian kader PKS. Kemunculan kasus Luthfi Hasan seperti membenarkan anggapan mereka. Suap daging sapi impor akan menjadi amunisi parpol kompetitor untuk menyerang bahwa PKS tidak berbeda dari partai lain, kecuali hanya cara dan kemasan yang lebih ”religius”.

Jargon bersih PKS memang terkesan ”sombong” dan menantang banyak kalangan untuk membuktikan. Tidak banyak partai yang menggunakan slogan ini. Konsekuensinya sangat berat. Slogan bersih ditambah dengan teriakan takbir tiap saat sungguh membutuhkan napas panjang dan energi cukup untuk menjaganya. Ternoda sedikit akan tampak sebagai kesalahan besar. Konsekuensinya, untuk mengaku salah, kader PKS tidak perlu menunggu putusan pengadilan.

Slogan bersih tampak membebani kader partai itu. Apalagi mereka manusia biasa yang butuh makan dan minum. Mereka juga punya rasa iri dengan sejawat yang kehidupannya tampak lebih mewah. Tidak dapat dimungkiri bahwa seluruh kader PKS ingin meraih keuntungan. Mereka harus ikut pemilu dan butuh uang untuk kampanye. Padahal uang tidak mungkin datang dengan kekuatan doa.

Tingginya biaya politik menyebabkan hampir seluruh partai dan politikus nyaris tidak mampu menyediakan sendiri ongkos pemilu. Dana-dana halal sudah tak tersedia lagi sementara kekuasaan harus diraih dengan uang. Akhirnya seluruh partai dan politikus terjebak pada pikiran sama, yaitu menggerogoti keuangan negara lewat cara korupsi dan suap.

Di tengah situasi politik yang kotor dan berbiaya mahal, memanggul slogan bersih 
sangatlah berat. Berusaha bersih dan jujur di tengah budaya politik yang korup adalah ”keanehan” (gharib). Keanehan itu memiliki dua sisi sekaligus: berkah dan fitnah. Fitnah itu kini sedang dihadapi oleh PKS.

Pelajaran Berharga

Seseorang yang ditangkap karena kasus hukum selalu memilukan. Lebih-lebih bila yang terkena kasus dikenal sebagai orang baik, bersih, dan jujur. Orang Jawa bilang ora nyana lan ora ngira (tidak menduga dan tidak mengira), orang baik tapi terjerat kasus. Meski demikian, akhir dari seseorang yang hidup dalam pusaran kekuasaan sangat mudah diprediksi. Jika tidak selamat, ya terjerat kasus.

Politik adalah pertarungan untuk meraih kekuasaan. Adapun dakwah murni untuk memperoleh rida Ilahi. Cita-cita PKS untuk menyintesiskan politik dan dakwah memang agak naif. Dua hal yang berkebalikan motif, orientasi, dan tujuannya tapi hendak disatukan. Biasanya dakwahlah yang harus takluk di hadapan politik. Partai dan kader yang demikian akan sulit membedakan mana urusan politik dan dakwah.

Kejahatan umumnya tidak langsung terbongkar bila baru dilakukan sekali atau dua kali. Karena itu, kasus suap yang sedang dihadapi kader PKS, hendaknya tidak dilihat dalam konteks PKS saja. Kasus ini mesti diletakkan dalam kerangka besar kehidupan bangsa Indonesia, dengan PKS sebagai eksemplarnya.

Suap dan korupsi adalah saudara kembar yang menimbulkan kerusakan parah di masyarakat. Ia bisa menembus segala lini kehidupan dan menjangkiti semua orang, termasuk mereka yang berilmu agama kuat. Perilaku suap dan korup sudah menjadi kebudayaan bersama. Karena itu, kasus Luthfi Hasan bukan saja penting sebagai pelajaran bagi kader PKS, tetapi juga penting bagi bangsa Indonesia. Inilah saatnya menata kehidupan bangsa yang bersih dari suap dan korupsi. Hindari politik biaya tinggi karena terbukti telah menyengsarakan kehidupan publik.

Ajakan Presiden PKS yang baru M Anis Matta agar pimpinan dan kader melakukan pertobatan nasional adalah tepat sebagai upaya muhasabah atas kekurangan dan kekhilafan partai. Pertobatan juga berarti pengakuan atas dosa-dosa yang pernah dilakukan, termasuk oleh Luthfi Hasan. Untuk itu, agar pertobatan ini diakui oleh rakyat maka PKS tidak perlu menuduh pihak lain telah melakukan konspirasi untuk menghancurkan partai itu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar