Kamis, 14 Februari 2013

Konsolidasi ala Demokrat


Konsolidasi ala Demokrat
Sulastomo  Koordinator Gerakan Jalan Lurus 
SUARA KARYA, 13 Februari 2013


Partai Demokrat dirundung musibah. Elektabilitasnya menurun drastis sehingga membuat gelisah kader-kadernya. Tentu, diperlukan konsolidasi partai dalam waktu sesingkat-singkatnya. Bahwa ada pro dan kontra adalah biasa. Namun, konsolidasi partai yang ditempuh, senang atau tidak senang, sangat mujarab dan antisipatif. Dalam waktu relatif singkat, seluruh jajaran partai di tingkat pusat dan dewan pimpinan daerah (DPD) telah terkonsolidasikan.

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, yang masih dalam status terperiksa, sudah "divonis". Kesan orang, ia menjadi sumber masalah partai. Bahwa ia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kasus hukum yang dikesankan pasti terjadi. Sebuah langkah yang berani. Sebab, kalau ternyata Anas Urbaningrum batal menjadi tersangka, konsolidasi yang ditempuh di partai justru bisa menjadi bumerang.

Tetapi, itulah politik. Bagaimana membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin. Sebaliknya, bagaimana membuat yang mungkin menjadi tidak mungkin. Kalau menunggu Anas menjadi tersangka baru bertindak, mungkin sudah terlambat. Partai Demokrat akan makin kedodoran. Waktu akan menjawab, bagaimana nasib konsolidasi yang ditempuh. Hal ini terlepas bahwa konsolidasi itu telah disetujui oleh segenap jajaran Partai Demokrat melalui penandatanganan pakta integritas.

Terkesan mengesankan, Partai Demokrat masih sangat mengandalkan peran SBY. Dengan peran yang begitu besar, seluruh jajaran partai menandatangani pakta integritas. Apalagi, ada ketentuan dalam pakta integritas bahwa kader tidak setuju dipersilakan keluar dari Partai Demokrat. Di pihak lain, memang sulit menolak pakta integritas itu, mengingat secara normatif, mengandung nilai-nilai yang sulit ditolak.

Kini, tinggal masalah-masalah teknis yang akan menentukan keberhasilan konsolidasi Partai Demokrat. Meski sekadar masalah teknis, ini bisa saja menjadi kerikil tajam kalau pengorganisasiannya lemah. Bagaimana menyusun daftar calon DPR/MPR yang sangat diperebutkan semua kader Partai Demokrat?

Dari sekadar masalah teknis, bisa saja menjadi masalah prinsipil, kalau ternyata menimbulkan konflik baru antarkader. Akankah SBY terpaksa turun lagi untuk menengahi masalah seperti itu?

Masalah ini mungkin tidak mudah bagi Majelis Tinggi Partai Demokrat, yang sekarang juga bertindak atas nama Dewan Pimpinan Pusat Partai. Apalagi, secara prosedural hukum yang berlaku, peran DPP yang dipimpin Anas Urbaningrum tidak bisa begitu saja dianggap tidak ada. Bisa saja akan sangat menyita banyak waktu SBY, sehingga tugasnya sebagai presiden bisa terganggu. Pada gilirannya, akan berdampak negatif terhadap elektabilitas Partai Demokrat lagi.

Mengesankan, bersyukurlah Partai Demokrat memiliki SBY. Kalau tidak, Partai Demokrat pasti sudah pecah berkeping-keping, mengingat banyaknya variabel yang ada di partai. Wajar karena Partai Demokrat adalah partai baru yang cepat berkembang. Penyelesaian secara cepat dan tepat memang diperlukan. Bahwa diperlukan jalan pintas, meski kurang prosedural sehingga menimbulkan kritik, khususnya dari kalangan di luar Partai Demokrat, adalah wajar.

Namun, hendaklah disadari bahwa kalangan luar partai adalah sekadar penonton, yang hanya bisa bertepuk sebelah tangan. Setuju atau tidak setuju, konsolidasi Partai Demokrat telah berjalan mulus. Hal ini terlepas bahwa semua itu masih akan tergantung pada hasil pemilu, pada rakyat yang akan menjadi hakim demokrasi.
Akankah Partai Demokrat masih tampil sebagai partai terbesar? ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar