Jumat, 22 Februari 2013

Keteladanan Kepemimpinan Nabi


Keteladanan Kepemimpinan Nabi
Yuli Afriyandi  Mahasiswa Pascasarjana, UII Yogyakarta
SUARA KARYA, 22 Februari 2013


Saat ini, partai politik (parpol) ramai-ramai menjaring calon legislatif (caleg) untuk dipertaruhkan dalam bursa pemilihan umum (pemilu) 2014 nanti. Iklan penjaringan sudah banyak di publish baik melalui media elektronik maupun spanduk atau baliho. Sepertinya, banyak paraol masih kekurangan stok kader yang mumpuni untuk di pasang di bursa pemilu nanti.

Memang kita semua sudah sama-sama mafhum, bahwa tidak sedikit anggota legislatif yang dinilai tidak berkualitas. Bahkan indikasi banyaknya produk undang-undang yang di "tebas" Mahkamah Konstitusi (MK), merupakan salah satu bukti ketidakbecusan para anggota legislatif yang berhasil duduk dikursi elite anggota dewan. Banyak fakta lainnya yang juga menunjukkan bahwa kualitas para elite negeri ini sangat begitu rendah, bahkan tidak hanya legislatif akan tetapi juga termasuk eksekutif dan yudikatif. Dalam sebuah kesempatan, ketua MK Mahfud MD menyatakan bahwa tiga lembaga tersebut sedang "sakit" oleh karena masih maraknya korupsi hingga kolusi, Kompas (2/12/2012).

Jika dikaitkan dengan momentum maulid Nabi Muhammad SAW yang biasa diperingati oleh umat Islam tanggal 12 Rabi'ul awal 1434 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 24 Januari 2013, dapat diambil sebuah ibrah (baca: pelajaran) dari sosok fenomenal Nabi Muhammad Saw. Seorang teladan pemimpin umat yang menjadi inspirasi manusia. Bahkan, Karen Amstrong (2004), menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai teladan yang mampu merombak peradaban dunia.

Dalam hal kepemimpinan, banyak teladan yang bisa kita contoh dari beliau. Ada banyak buku, makalah ataupun artikel yang juga membahas kecerdasan Nabi Muhammad Saw dalam memimpin. Kualitas kepemimpian beliau yang mengedepankan kebutuhan masyarakat sehingga mampu menarik simpati banyak kalangan di dunia ini.

Seperti dalam beberapa hari ini kita diributkan dengan gaya kepemimpinan "blusukan" atau diartikan sebagai gaya memimpin dengan cara-cara turun langsung kemasyarakat yang dimainkan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Jauh dimasa kepemimpinan Nabi Muhammad, beliau telah mencontohkan yang kepemimpinan seperti dilakukan Jokowi.

Dalam buku Fiqh as-Sirah karangan Dr Said Ramadhan al-Buthiy diceritakan bahwa Nabi Muhammad Saw sangat dekat dengan masyarakatnya. Diceritakan saat itu para sahabat menggali parit dalam keadaan lapar dan letih. Pada situasi dan kondisi seperti itu Rasulullah Saw menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin teladan. Beliau turut serta menggali parit dan turut pula menahan lapar hingga diriwayatkan bahwa beliau mengikatkan beberapa batu ke perutnya untuk mengganjal rasa lapar.

Kebersamaan Rasulullah dengan para sahabat dalam bekerja dan menahan derita bukan terjadi kali itu saja. Pada saat kali pertama membangun Masjid Nabawi beliau pun turut serta memanggul dan membangun masjid tersebut. Kecintaan dan kebersamaan beliau selaku pemimpin kepada rakyatnya akan selalu kita temui dalam rentang sejarah hidupnya. Tampaknya kecintaan ini telah begitu berurat akar dalam perasaan dan pikiran beliau sehingga menjelang akhir hayatnya salah satu ungkapan yang keluar dari lisan beliau adalah, Umatku, umatku, umatku.

Selain kedekatan beliau kepada rakyatnya, keteladanan lainnya yang mendasar dari beliau adalah berkaitan dengan moral dan kehidupan politiknya. Kita ketahui bahwa kondisi masyarakat pra-Islam yang feodalistik dan represif ternyata mampu dihadapi oleh Nabi Saw dengan menekankan aspek moralitas (akhlaq al-karimah). Oleh karena itu, politik pada zaman Nabi berfungsi sebagai kendaraan moral yang efektif.
Inilah sosok pemimpin yang patut untuk menjadi suri tauladan. Maka pantaslah jika di dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa, "Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah," (QS Al Ahzab, 33: 21).

Kembali kita lihat pada para pemimpin bangsa ini. Kondisi keruhnya perpolitikan hanya menelurkan politisi-politisi dangkal yang menjadi pemimpin-pemimpin kita saat ini. Alhasil, amanah kepemimpinan hanya menjadi alat untuk memaksimalkan keuntungan pribadi dan golongan tertentu. Frase atas nama rakyat, hanya menjadi jargon ketika kampanye menjelang pemilu. Sehingga, ketika tampuk kekuasaan telah berhasil diraih, mereka lupa kepada rakyat. Inilah krisis jiwa kepemimpinan yang diidap oleh banyak elite pemimpin bangsa ini.

Selain itu, dari aspek moralitas para pemimpin ternyata juga mempunyai prestasi tidak kalah buruknya. Banyaknya kasus yang mencoreng para pemimpin seperti saratnya praktek kolusi, korupsi, jual beli perkara dan sebagainya. Fakta mencengangkan, di akhir tahun 2012 ada 267 kepala daerah yang tersangkut dugaaan kasus tindak pidana. Sebanyak 173 orang di antaranya tersangkut dugaan kasus korupsi.

Inilah pantas yang menjadi bahan refleksi bagi kita bersama. Momentum peringatan 
Maulid Nabi adalah momen untuk kembali memompa spirit kepemimpinan yang amanah, dan jujur sebagaimana diteladankan melalui kepemimpinan Rasulullah. Spirit untuk menanamkan karakter kepemimpinan yang berkualitas, yang mampu mengedepankan kepentingan khalayak daripada kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Karakter kepemimpinan itu, mengedepankan moralitas yang baik dan tinggi (akhlaqul al karimah). Ini penting untuk kita renungkan, mengingat kembali peringatan maulid Nabi Muhammad Saw dalam memimpin. Apalagi, menjelang tahun pemilihan umum yang sebentar lagi akan menjadi perhelatan nasional dan sama-sama kita hadapi untuk menentukan pemimpin bangsa ke depan setidaknya lima tahun ke depan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar