Rabu, 06 Februari 2013

Kasus Bank Century Tanggung Jawab Siapa?

Kasus Bank Century Tanggung Jawab Siapa?
Taufiequrachman Ruki ;  Anggota BPK RI dan Mantan Ketua KPK
MEDIA INDONESIA, 05 Februari 2013


DEWASA ini bangsa Indonesia mengalami krisis tanggung jawab. Dalam setiap kasus yang terkuak di masyarakat, orang-orang yang terlibat di dalamnya ramai-ramai beretorika untuk menyangkal keterlibatan mereka. Meskipun demikian, sesungguhnya tidak sulit untuk menentukan penanggung jawabnya. Agar tidak ada lempar tanggung jawab, perlu analisis pola kepemimpinan mereka sehingga jelas tanggung jawab masing-masing.

Salah satu pola kepemimpinan yang digunakan di Indonesia ialah kepemimpinan kolektif-kolegial. Pada awalnya, kepemimpinan kolektif kolegial diterapkan ketika pemimpin dari sebuah entitas menunjuk beberapa tokoh dan ahli dari anggota entitas tersebut untuk duduk bersama pada status dan posisi yang sama dalam mengelola entitasnya. Melalui dinamika politik, hal tersebut berkembang menjadi pemerintahan dengan Sistem Yuncta. Dalam konteks itu, sesungguhnya pola kepemimpinan yang kolektif dan kolegial terkait erat dengan pertanggungjawaban pimpinan sebuah entitas yang dilakukan secara kolektif dan kolegial juga.

Kepemimpinan kolektif kolegial di era reformasi banyak dipakai sebagai konsep kepemimpinan, yang dimunculkan dalam berbagai perundang-undangan yang mengatur beberapa lembaga negara atau lembaga lainnya. Sebagai contoh, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Bank Indonesia (BI).

Kolektif dan Kolegial di BI

Pada Bank Indonesia, kepemimpinan yang kolektif dan kolegial jelas sekali dirumuskan dalam UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia Pasal 1 angka 1 yang berbunyi, `Dewan Gubernur adalah pemimpin Bank Indonesia' dan Pasal 36 yang menyatakan, `Dalam melaksanakan tugasnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur'. Pasal 37 ayat 1 menyebutkan, `Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior, dan sekurang-kurangnya 4 (empat) orang dan sebanyakbanyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur'. Dalam Pasal 38 ayat 1 dinyatakan, `Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang ini'.

Adapun Pasal 43 ayat 1 mengatur tentang Rapat Dewan Gubernur yang harus dilaksanakan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter. Itu untuk melaksanakan evaluasi dalam kebijakan moneter serta menetapkan kebijakan lain yang prinsipiil dan strategis. Dengan demikian, segala kebijakan yang diambil Dewan Gubernur melalui sebuah Rapat Dewan Gubernur mengandung makna bahwa kebijakan tersebut ialah kebijakan pimpinan BI yang bersifat kolektif dan kolegial. Oleh karena itu, harus menjadi tanggung jawab yang kolektif dan kolegial juga.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, terdapat lima temuan besar atas kasus PT Bank Century Tbk (Bank Century). Yaitu, 1) proses merger dan pengawasan Bank Century oleh BI; 2) pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP); 3) penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemis dan penanganannya oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS); 4) penggunaan dana FPJP dan penyertaan modal sementara (PMS); serta 5) praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaranpelanggaran ketentuan oleh pengurus bank, pemegang saham, dan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan Bank Century yang merugikan Bank Century.

Pada proses akuisisi dan merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC menjadi Bank Century, BPK berpendapat BI bersikap tidak tegas dan tidak pruden dalam menetapkan aturan dan pelaksanaannya. Selain itu, BI bertindak tidak tegas terhadap pelanggaran atas berbagai peraturan yang dilakukan Bank Century selama 2005-2008. Dalam hal ini, BI membiarkan Bank Century melanggar peraturan BI (PBI) dengan cara melakukan rekayasa akuntansi sehingga seolah-olah Bank Century masih memenuhi kecukupan modal.

Dalam proses pemberian FPJP, BPK menyimpulkan perubahan PBI sebagai syarat agar Bank Century dapat memperoleh FPJP adalah hasil rekayasa. Selain itu, pelaksanaan pemberian FPJP dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan pelaksanaan PBI dimaksud. Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) Bank Century posisi 31 Oktober 2008 (sebelum persetujuan FPJP) sudah mencapai minus 3,53%.

Dalam proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemis, BPK menyimpulkan BI tidak memberikan informasi yang sesungguhnya, lengkap, dan mutakhir mengenai kondisi Bank Century saat menyampaikan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemis kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Rapat Dewan Gubernur

Kebijakan Bank Indonesia untuk mengambil langkah-langkah yang prinsipiil dan strategis sebagaimana dimaksud tadi jelas harus merupakan keputusan yang diambil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI. Rapat tersebut dihadiri anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang sah atau sekurang-kurangnya dihadiri lebih dari separuh anggota Dewan Gubernur BI. Oleh karena itu, semua anggota Dewan Gubernur BI yang hadir dalam RDG harus bertanggung jawab secara kolektif dan kolegial atas kebijakan-kebijakan yang diambil.

Untuk mengetahui peran dan tanggung jawab setiap anggota Dewan Gubernur BI, harus dimulai dengan melakukan penelitian atas laporan (minutes), risalah rapat, dan kertas kerja (initial papers atau apa pun istilahnya), serta pencarian keterangan di seputar RDG yang membahas kasus-kasus tersebut dan proses pengambilan keputusannya. Melalui penelitian itu, bisa diketahui pendapat dan saran setiap anggota Dewan Gubernur BI. Bisa diketahui juga apa saja porsi dan peran peserta rapat dan siapa yang menyiapkan secara teknis data yang diperlukan untuk rapat dan mengambil keputusan-keputusan itu. Bisa saja RDG salah menentukan kebijakan karena data yang disajikan staf dalam rapat tersebut tidak valid dan tidak reliable, bahkan menyesatkan atau disesatkan.

Berdasarkan uraian dan kondisi secara keseluruhan atas kasus Bank Century beserta tahapan proses yang ada, penarikan simpulan bahwa Gubernur BI bertanggung jawab secara personal atas kasus Bank Century akan lebih tepat dilakukan setelah ada penelitian secara teliti dan hati-hati (prudent) terhadap jalannya RDG.

Selain itu, dalam konteks kepemimpinan yang kolektif dan kolegial, pengambilan putusan beserta implikasi atau akibat dari pelaksanaan putusan tersebut menjadi tanggung jawab yang bersifat kolektif dan kolegial juga. Di sisi lain, kita tentu tidak boleh menafikan adanya perbuatan melawan hukum dan konflik kepentingan yang melatarbelakangi pengambilan keputusan tersebut. Misalnya ada peserta rapat yang menerima janji atau pemberian sehingga mengambil keputusan yang menguntungkan pemilik Bank Century atau pihak-pihak lainnya. Dengan uraian tersebut, menjadi jelas untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya kasus Bank Century. Tidak ada lagi yang bisa menyangkal. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar