Sabtu, 09 Februari 2013

Isi Kapal Demokrat Bisa Pecah


Isi Kapal Demokrat Bisa Pecah
Umbu TW Pariangu  ;   Dosen Fisipol, Undana, Kupang;
Alumnus Pascasarjana Fisipol UGM
MEDIA INDONESIA, 08 Februari 2013


BEBERAPA saat setelah Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) melansir surveinya yang menunjukkan melemahnya elektabilitas Partai Demokrat (PD) di angka 8,3%, sontak para anggota dewan pembina dan jajaran pengurus PD mengeluarkan sikap dan pernyataan masingmasing.

Anggota Dewan Pembina PD Syarief Hasan meminta Ketua Dewan Pembina PD, Susilo Bambang Yudhoyono mencurahkan waktunya untuk mengambil langkah-langkah pemulihan citra partai. Pandangan mirip disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PD, Benny Kabur Harman, bahwa persoalan yang membelit Demokrat tidak lagi bisa diselesaikan dengan cara normatif berdasarkan mekanisme di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) Partai Demokrat, namun perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah luar biasa.

Di daerah, suara-suara jajaran pengurus Demokrat mengerucut pada desakan agar elite pengurus PD ‘turun gunung’ untuk menyelamatkan partai dari kemerosotan dukungan dan kepercayaan konstituen maupun publik. Namun, upaya penyelamatan itu tak harus dimaknai dengan melengserkan Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum PD lewat Kongres Luar Biasa.

Padahal SBY mengakui, sering disebut-sebutnya nama Anas Urbaningrum, dalam kasus korupsi menjadi penyebab elektabilitas PD merosot. “Akibat banyaknya sangkaan, tuduhan, dugaan, akhirnya menimbulkan kemerosotan yang luar biasa karena media memberitakannya secara terus-menerus,” kata SBY kepada pers di Jeddah (Jurnal Nasional, 5/2). Pernyataan itu agaknya tidaklah berlebihan, apalagi dalam survei SMRC, elektabilitas PD bertolak belakang dengan kinerja pemerintahan di saat 51,6% responden menyatakan cukup puas dengan kinerja SBY.

Namun, fakta tersebut tak pula membendung kepercayaan diri Anas yang menyerukan agar elite Demokrat tidak lekas-lekas mencari kambing hitam. Anas tetap bergeming bahwa kemelut di partainya bukan karena sangkaan korupsi terhadap dirinya. Saling timpal itu sebelumnya juga terjadi di Juni 2012 lalu ketika SBY dalam berbagai media mendesak agar kader bermasalah yang tidak lagi santun, cerdas, dan bersih untuk segera keluar dari partai. Namun, oleh Anas permintaan tersebut dianggap tidak dikhususkan untuk dirinya semata, tetapi ditujukan buat semua kader Demokrat.

Harus diakui, gejolak politik di tubuh partai segi tiga biru ini akan menjadi ukuran sejauh mana kedewasaan politik elite-elite struktural partai ini memainkan jurus-jurus peredamnya. Sehingga friksi internal yang terjadi tidak berimbas pada kian dekatnya partai ini pada antiklimaks kejayaannya di Pemilu 2004 dan 2009.

Gagal Matang

Demokrat memang tergolong `pemain baru' dalam kancah politik. Kemenangannya di dua pemilu tak sertamerta membuatnya luput dari persoalan faksionalisasi dan kontestasi kepentingan internal di tubuh partai yang terus mencari bentuknya. SBY yang menjadi sentrum politik di dua periode pemilu memang sukses membuktikan, bahwa pembentukan kematangan PD tak bisa lepas dari tangan dinginnya membangun pencitraan ke dalam dan ke luar sebagai partai yang nasionalis dan antikorupsi yang diapresiasi oleh publik.

Sayangnya, kesuksesan citra dan ketokohan PD di dua musim pemilu gagal dijadikan modal dasar untuk mengimbangi pembesaran postur partai. Akibat proses imaji politik dengan melakukan pematangan identitas dan kelembagaan partai. Dengan pematangan identitas dan kelembagaan partai inilah, berbagai energi ambisi(us) dan strategi parsial elite dan kader-kadernya semestinya diharapkan bisa diredam untuk mencapai keseimbangan politik baru sebagai partai yang mapan secara struktur dan kultur.

Dengan begitu cepat, kelengahan itu telah mengantar Demokrat persis di tepian pragmatisme, yakni beberapa kadernya dalam selang waktu tak lama terseret masuk dalam jurang korupsi. Di sisi lain upaya untuk menahan ‘gerak sial’ partai juga terhadang karena pucuk pimpinannya ikut tersandung dugaan korupsi dan menjadi berita mewah di media massa dalam satu tahun terakhir. Upaya Anas menyambangi kader dan konstituen di daerah untuk mengefektifkan komunikasi dan memperkuat akar dukungan grass root nyatanya tak memadai menahan badai perlawanan sengit Nazaruddin lewat nyanyian-nyanyian panasnya terkait Anas di berbagai media massa.

Terjun bebasnya elektabilitas Demokrat hingga 8,3% merupakan sejarah kelam bagi partai berlambang Mercy ini. Harusnya ini menjadi alarm untuk membangunkan seisi rumah Demokrat dari tidur panjang ‘manajemen kalbu’nya. Mestinya Demokrat harus berhenti berkelit alias mengulur-ulur waktu (buying time) sambil hanya berharap pemakluman dan nasib mujur politik berpihak padanya.

Di Depan

Sebagai tokoh yang membesuti kelahiran Demokrat, SBY harus berada di front terdepan untuk memecah kebuntuan komunikasi struktural di internal partai. SBY perlu sigap melokalisir persoalan internal partai agar tidak merebak sebagai bola muntah bagi kekuatan politik eksternal.

Salah satu Langkah paling konkret dan rasional yang bisa diambil SBY selaku Ketua Dewan Pembina PD sejatinya meminta Anas mundur, atau menonaktifkan sementara Anas sebagai ketua umum partai. Sekaligus untuk memberikan kesempatan kepadanya berkonsentrasi menghadapi proses hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan korupsi sebagaimana yang diungkapkan Nazaruddin dalam sejumlah kesaksiannya di pengadilan. Dengan begitu, SBY bisa mengambil alih kemudi kapal Demokrat dan mempersiapkan keberangkatannya menuju Pe milu 2014, melalui eksekusi penyelamatan partai termasuk merapatkan kembali barisan Demokrat kepada cita-cita dasar ideologi yang menjadi napas partai.

Sayangnya yang terjadi selama ini sepertinya ada sikap saling tunggu di internal partai maupun antara kubu PD dan KPK. Demokrat berharap status hukum Anas bisa dipastikan sesegera mungkin oleh KPK, namun KPK sepertinya masih berhitunghitung dengan konsekuensi politis seandainya Anas diperiksa sebagai tersangka. Di sisi lain, politik saling menjaga perasaan mewarnai pula dina mika internal partai. SBY misalnya `belum berani' secara gamblang meminta Anas mundur, meski sudah didesak berbagai komponen dalam partai, selain menunggu keikhlasan Anas melepas jabatannya.

Namun jika ini tak diakhiri, Demokrat-lah yang bakal dirugikan. Selain berlayar ke Pemilu 2014 dengan laju yang tergopoh-gopoh karena kehilangan elektabilitas yang meyakinkan, ia bisa dirundung konflik kepentingan yang makin tajam dan memecah-belah isi kapal PD. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar