Jumat, 08 Februari 2013

Idealisme ala Eks RSBI


Idealisme ala Eks RSBI
Adi Prasetyo ;  Ketua PGRI Kabupaten Semarang
SUARA MERDEKA, 07 Februari 2013


Amar putusan Mahkamah Konstitusi berimplikasi pada pembubaran rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). Namun kita perlu melihat kilas balik tujuan awal penyelenggaraan model sekolah itu. Pemerintah membuat sekolah itu antara lain untuk menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi. 

Guna merealisasikan tujuan itu, Kemendikbud merancang serangkaian program. Semua itu berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas sarana pendidikan, kualitas tenaga pendidik/kependidikan, termasuk pengembangan kurikulum. Konsekuensinya, alokasi dana untuk RSBI mengalami peningkatan signifikan ketimbang alokasi dana untuk sekolah bukan RSBI. 

Meski alokasi dana dari pemerintah sudah meningkat secara signifikan, program yang dibuat oleh RSBI tak mampu dipenuhi oleh pemerintah. Akhirnya, sekolah, melalui komite sekolah, membuka komunikasi guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan program itu. 

Alokasi pendanaan dari pemerintah pusat, provinsi, termasuk kabupaten/ kota, ditambah partisipasi dari masyarakat acap menimbulkan kecemburuan bagi sekolah non-RSBI, yang tidak memperoleh keistimewaan seperti halnya RSBI. Hingga akhirnya Kemendikbud menerbitkan Surat Edaran Nomor 017/MPK/ SE/2013 tanggal 30 Januari 2013 tentang kebijakan transisi RSBI. 

Surat edaran itu mengatur hal-hal yang berhubungan dengan kelembagaan, proses belajar mengajar, pembiayaan, dan tanggung jawab pemerintah pusat/ provinsi/kabupaten atau kota. Kini, secara kelembagaan eks RSBI berstatus sekolah reguler, dan dibina oleh pemprov/pemkab/pemkot. Simbol/atribut kelembagaan berupa papan nama, kop surat, dan stempel sekolah bertuliskan RSBI tak boleh digunakan lagi dalam manajemen sekolah.

Berkait dengan menjaga kesinambungan, proses kegiatan pembelajaran pada RSBI tetap berlangsung hingga akhir tahun ajaran 2012/ 2013, sesuai rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS), serta mengacu pada standar nasional pendidikan. Dari sisi pembiayaan Kemendikbud memerintah pemprov/pemkab/ pemkot menyediakan anggaran guna menjamin tetap terselenggaranya pendidikan bermutu pada sekolah eks RSBI. 

Sumbangan Masyarakat

Sebagai sekolah reguler maka eks RSBI wajib mematuhi ketentuan dalam Permendikbud Nomor 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. Artinya sekolah tak boleh lagi melakukan pungutan tapi diperbolehkan menerima partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan.
Bagi sekolah eks RSBI, surat edaran ini ibarat angin surga. Program-program pembelajaran yang disusun untuk satu tahun pelajaran masih dapat dilanjutkan, sesuai dengan RKAS. Pasalnya bila  program yang sudah matang itu dibatalkan secara tiba-tiba pasti menimbulkan kerugian luar biasa, terutama terkait dengan peningkatan kompetensi peserta didik. 

Dari sisi pembiayaan surat edaran ini juga menimbulkan optimisme bagi sekolah. Pasalnya,  program yang dibuat sekolah, umumnya membutuhkan biaya relatif besar. Tidak  menutup kemungkinan sebagian perlu didukung oleh partisipasi masyarakat. Sekolah dan komite sekolah wajib menjalin komunikasi dengan masyarakat guna meningkatkan peran dan partisipasi mereka. 

Pemprov/ pemkab/ pemkot wajib melakukan upaya-upaya signifikan terkait dengan nasib eks RSBI. Bagaimanapun, investasi pada sekolah model itu harus tetap dijaga dari sisi kebermanfaatannya. Sarana pembelajaran berupa lab IPA, bahasa, dan TIK yang pada umumnya butuh biaya operasional besar, harus tetap mendapat perhatian serius. 
Yang tak kalah penting adalah mempertahankan keberadaan tenaga pendidik/ kependidikan non-PNS yang direkrut guna menunjang program RSBI. Mahkamah Konstitusi bisa mengeliminasi RSBI tetapi idealisme dan semangat untuk mendirikan sekolah bermutu tidak boleh dibatalkan oleh siapapun karena masyarakat masih membutuhkan banyak sekolah bermutu, seperti  RSBI dulu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar