Amar putusan Mahkamah
Konstitusi berimplikasi pada pembubaran rintisan sekolah berstandar
internasional (RSBI).
Namun kita perlu melihat kilas balik tujuan awal penyelenggaraan model
sekolah itu. Pemerintah membuat sekolah itu antara lain untuk menghasilkan
lulusan yang memiliki daya saing tinggi.
Guna
merealisasikan tujuan itu, Kemendikbud merancang serangkaian program. Semua
itu berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas sarana pendidikan, kualitas
tenaga pendidik/kependidikan, termasuk pengembangan kurikulum.
Konsekuensinya, alokasi dana untuk RSBI mengalami peningkatan signifikan
ketimbang alokasi dana untuk sekolah bukan RSBI.
Meski alokasi
dana dari pemerintah sudah meningkat secara signifikan, program yang dibuat
oleh RSBI tak mampu dipenuhi oleh pemerintah. Akhirnya, sekolah, melalui
komite sekolah, membuka komunikasi guna meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam mewujudkan program itu.
Alokasi
pendanaan dari pemerintah pusat, provinsi, termasuk kabupaten/ kota,
ditambah partisipasi dari masyarakat acap menimbulkan kecemburuan bagi
sekolah non-RSBI, yang tidak memperoleh keistimewaan seperti halnya RSBI.
Hingga akhirnya Kemendikbud menerbitkan Surat Edaran Nomor 017/MPK/ SE/2013
tanggal 30 Januari 2013 tentang kebijakan transisi RSBI.
Surat edaran
itu mengatur hal-hal yang berhubungan dengan kelembagaan, proses belajar
mengajar, pembiayaan, dan tanggung jawab pemerintah pusat/ provinsi/kabupaten
atau kota. Kini, secara kelembagaan eks RSBI berstatus sekolah reguler, dan
dibina oleh pemprov/pemkab/pemkot. Simbol/atribut kelembagaan berupa papan
nama, kop surat, dan stempel sekolah bertuliskan RSBI tak boleh digunakan
lagi dalam manajemen sekolah.
Berkait dengan
menjaga kesinambungan, proses kegiatan pembelajaran pada RSBI tetap
berlangsung hingga akhir tahun ajaran 2012/ 2013, sesuai rencana kegiatan
dan anggaran sekolah (RKAS), serta mengacu pada standar nasional
pendidikan. Dari sisi pembiayaan Kemendikbud memerintah pemprov/pemkab/
pemkot menyediakan anggaran guna menjamin tetap terselenggaranya pendidikan
bermutu pada sekolah eks RSBI.
Sumbangan Masyarakat
Sebagai sekolah
reguler maka eks RSBI wajib mematuhi ketentuan dalam Permendikbud Nomor 44
tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan
Pendidikan Dasar. Artinya sekolah tak boleh lagi melakukan pungutan tapi
diperbolehkan menerima partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan.
Bagi sekolah eks RSBI, surat
edaran ini ibarat angin surga. Program-program pembelajaran yang disusun
untuk satu tahun pelajaran masih dapat dilanjutkan, sesuai dengan RKAS.
Pasalnya bila program yang sudah matang itu dibatalkan secara
tiba-tiba pasti menimbulkan kerugian luar biasa, terutama terkait dengan
peningkatan kompetensi peserta didik.
Dari sisi
pembiayaan surat edaran ini juga menimbulkan optimisme bagi sekolah.
Pasalnya, program yang dibuat sekolah, umumnya membutuhkan biaya
relatif besar. Tidak menutup kemungkinan sebagian perlu didukung oleh
partisipasi masyarakat. Sekolah dan komite sekolah wajib menjalin
komunikasi dengan masyarakat guna meningkatkan peran dan partisipasi
mereka.
Pemprov/
pemkab/ pemkot wajib melakukan upaya-upaya signifikan terkait dengan nasib
eks RSBI. Bagaimanapun, investasi pada sekolah model itu harus tetap dijaga
dari sisi kebermanfaatannya. Sarana pembelajaran berupa lab IPA, bahasa,
dan TIK yang pada umumnya butuh biaya operasional besar, harus tetap
mendapat perhatian serius.
Yang tak kalah penting adalah
mempertahankan keberadaan tenaga pendidik/ kependidikan non-PNS yang
direkrut guna menunjang program RSBI. Mahkamah Konstitusi bisa
mengeliminasi RSBI tetapi idealisme dan semangat untuk mendirikan sekolah
bermutu tidak boleh dibatalkan oleh siapapun karena masyarakat masih
membutuhkan banyak sekolah bermutu, seperti RSBI dulu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar