Jumat, 22 Februari 2013

Fenomena Serbuan Buah Impor


Fenomena Serbuan Buah Impor
Toto Subandriyo Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal
SUARA MERDEKA, 22 Februari 2013


SEJAK Januari 2013 pemerintah mengeluarkan kebijakan melarang impor 6 jenis buah, yaitu pepaya, melon, durian, nanas, pisang, dan mangga. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 60 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Hortikultura, serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.

Kebijakan heroik tersebut untuk melindungi petani domestik dari serbuan produk buah impor. Impor komoditas itu hanya akan menjatuhkan harga pasar produk sejenis di dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lonjakan tinggi nilai impor produk hortikultura, termasuk buah. Tahun 2008, nilai impor produk hortikultura baru mencapai 881,6 juta dolar AS. Tahun 2011 angka itu meroket menjadi 1,7 miliar dolar AS. Meningkat 100% lebih hanya dalam waktu 3 tahun.

Dengan perhitungan matematika sederhana, nominal impor 1,7 miliar dollar AS itu sama dengan Rp 15,3 triliun (kurs Rp 9.000/dolar AS). Devisa sebesar itu dapat digunakan untuk membiayai berbagai prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat. Apakah pemerintah telah menyusun road map dan strategi untuk memacu daya saing produk hortikultura lokal, selain hanya melarang impor?

Citra Buruk 

Rendahnya daya saing buah lokal antara lain disebabkan oleh citra buruk di kalangan masyarakat. Buah lokal sering dianggap tak menarik, dari segi warna kurang cerah, dari segi bentuk kurang besar. Rendahnya daya saing buah lokal juga disebabkan buruknya sarana infrastruktur. Salah satu komponen penyusun harga produk adalah biaya angkut yang besarnya sangat tergantung dari kondisi infrastruktur transportasi.

Jeruk atau apel yang diangkut dari sentra produksi Malang ke Jakarta menempuh jarak ratusan kilometer. Jika infrastruktur jalan buruk, biaya angkut jadi mahal. Implikasinya, harga jual jeruk dan apel makin mahal. Itu belum ditambah dengan pungutan liar di sepanjang jalur Pantura (Jalan Daendels).

Preferensi sebagian masyarakat yang luar negeri minded juga sangat memengaruhi daya saing buah lokal. Masyarakat kita cenderung memandang lebih buah-buahan impor. Jangan heran kalau label luar negeri selalu dilekatkan pada produk buah-buahan, dari jambu bangkok, durian bangkok,  mangga bangkok, dan masih banyak lagi.

Fenomena booming pepaya california dapat menjelaskan secara gamblang tentang preferensi masyarakat ini. Tak banyak diketahui  masyarakat,  pepaya california yang banyak dibudidayakan saat ini sebenarnya bernama asli pepaya calina, introduksi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), dan salah satu pemulianya adalah Prof Dr Ir Sriani Sujiprihati. Pepaya calina merupakan nama lain dari pepaya IPB-9 yang merupakan salah satu dari beberapa jenis pepaya yang diintroduksi IPB. Di masyarakat nama calina tidak memiliki nilai jual menjanjikan. Pedagang buah yang tahu betul preferensi konsumen lalu mengubah nama pepaya calina menjadi pepaya california yang berbau Amerika. 

Pemberian Insentif

Agar kita dapat membendung serbuan buah impor, dan buah lokal bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri maka pemerintah harus memberi insentif kepada produsen buah lokal. Insentif antara lain dapat berupa introduksi teknologi produksi buah. Teknologi gen penentu (gene marker) memungkinkan kita memproduksi buah sesuai dengan selera konsumen. Semisal, warna jeruk bisa tetap kuning dan merata sehingga penampilannya lebih menarik.

Insentif lain adalah peningkatan dan pembenahan infrastruktur pendukung untuk menghubungkan akses antarwilayah yang terdiri atas pulau-pulau. Konektivitas antarwilayah perlu dikembangkan agar produk pertanian lokal dapat lebih disukai masyarakat. De-ngan dukungan infrastruktur yang memadai dan bantuan sarana mobil pendingin maka dari segi harga maupun kualitas buah lokal dapat bersaing dengan buah impor,

Gerakan cinta buah Nusantara (Gentabuana) perlu dilakukan secara serius dan berkelanjutan. Gerakan ini harus dimulai dari level tertinggi hingga terendah. Mulai dari Istana Negara hingga level rumah tangga. Konsumen cerdas tidak antiproduk impor, tetapi membeli produk impor dengan cara yang sangat selektif, saat produk tersebut tidak ada substitusinya di Indonesia. 

Upaya lain untuk mendukung pengembangan buah lokal adalah melalui penguatan sistem karantina dan kepabeanan. Implementasi berbagai peraturan yang ada harus dioptimalkan. Saat ini telah dikeluarkan tiga Permentan terkait pengetatan impor produk hortikultura. 

Dalam era perdagangan global seperti sekarang ini keberpihakan terhadap petani menjadi keharusan etis bagi negara. Anthony Giddens (1999), dalam buku Runaway World telah mengingatkan bahwa globalisasi perdagangan tidak membentuk perkampungan global  tetapi lebih mirip penjarahan global. 
Giddens mencontohkan, pestisida berbahaya dan benih transgenik yang di negara asal perusahaan multinasional telah dilarang, namun di negara-negara berkembang seperti Indonesia justru gencar diintroduksikan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar