Jumat, 22 Februari 2013

Dilema Blok Mahakam


Dilema Blok Mahakam
Dewi Aryani Anggota Komisi 7 DPR RI Fraksi PDI Perjuangan
SINDO, 21 Februari 2013


Siapa yang tak pernah mendengar nama Blok Mahakam? Berminggu-minggu menjadi bahasan penting semua elemen sektor energi. Blok yang kabarnya masih mampu memproduksi minyak dan gas sampai 20-25 tahun kedepan tentu menjadi sorotan berbagai pihak, terutama pengejar profit.

Sebagai salah satu aset yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, secara praktis migas juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Lantas, bagaimana nasib Blok Mahakam di titik temu kepentingan rakyat, negara, dan swasta? 

Harta Bangsa yang “Hilang” 

Blok Mahakam salah satu sumber migas bangsa yang tampak “tak tersentuh” oleh pribumi. Sejak 31 Maret 1967, Blok Mahakam secara resmi dikelola oleh swasta asing, Total E&P Indonesia dan Inpex Corporation, untuk jangka waktu 30 tahun. Selanjutnya pada 1997 kontrak tersebut diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun. 

Dapat kita lihat begitu panjangnya jangka waktu migas kita di Blok Mahakam dikelola oleh swasta. Awal mulanya kegiatan eksplorasi di Blok Mahakam dimulai pada 1972. Eksplorasi tersebut menemukan cadangan minyak dan gas bumi dalam jumlah yang cukup besar. Cadangan awal yang ditemukan saat itu sebesar 1,68 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 21,2 triliun kaki kubik (TCF).

Penemuan pada 1972 itu menjadi cikal bakal produksi dan pengurasan secara besarbesaran migas Blok Mahakam. Setelah pengurasan selama 40 tahun, sisa cadangan 2P minyak saat ini sebesar 185 juta barel dan cadangan 2P gas sebesar 5,7 TCF. Kemudian akhir masa kontrak pada 2017, Blok Mahakam diperkirakan masih menyisakan cadangan 2P minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2P gas sebanyak 3,8 TCF pada 2017. 

Dari jumlah tersebut diperkirakan sisa cadangan terbukti (P1) gas kurang dari 2 TCF. Eksplorasi besar-besaran yang dilakukan terhadap Blok Mahakam oleh Total dan Inpex bukan tanpa hitung-hitungan angka. Saat ini dua kontraktor tersebut telah menginvestasikan setidaknya USD27 miliar atau sekitar Rp250 triliun sejak masa eksplorasi dan pengembangan di Blok Mahakam. Selain itu, mereka juga telah memberikan penerimaan negara sebesar USD83 miliar atau sekitar Rp750 triliun. 

Di bawah pengelolaan swasta, Blok Mahakam memang tetap memberikan kontribusinya bagi bangsa. Hanya, sejumlah profit yang diambil para kontraktor dianggap sebagai suatu hal yang inkonstitusional karena berarti migas Indonesia tidak digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.Pertanyaannya, mungkinkah Indonesia berdiri sendiri tanpa kerja sama swasta asing? 

Negara dan Swasta Asing, VS atau CS? 

Empat tahun menjelang kontrak berakhir,muncul desakan dari berbagai pihak kepada pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak dengan Total dan Inpex. Alasannya jelas, status Blok Mahakam sebagai aset bangsa seharusnya dikelola sebanyak-banyaknya untuk rakyat, bukan dikeruk untuk menghasilkan profit bagi swasta semata. Pertamina, selaku perusahaan negara, merupakan pihak yang dirasa tepat untuk mengelola Blok Mahakam. 

Namun,mari cermati berbagai kelemahan yang dimiliki Pertamina jika ingin mengelola blok ini. Dari segi finansial, sebenarnya Pertamina tidak ada masalah untuk mengelola Blok Mahakam. Namun, Pertamina lemah di teknologi dan manajemen pengelolaan lapangan. Blok Migas adalah penghasil gas tua. Artinya, blok ini membutuhkan begitu banyak perhatian khusus dalam pengelolaannya. 

Profesionalisme dalam manajemen dan good governance Pertamina masih sangat perlu diuji dan dibuktikan lebih dahulu. Sementara Total dan Inpex tentu menginginkan perpanjangan kontrak setelah 2017. Mereka memiliki rencana investasi 2013-2017 yang harus dilakukan agar produksi gas masih bisa dipelihara untuk memenuhi komitmen dengan konsumen gas sampai 2022. Namun,hasil investasi tersebut baru dapat dirasakan bila Total masih bisa ikut sampai 2022. 

Kendati demikian, bukan berarti bangsa kita menyerahkan pengelolaan migas kepada asing selamanya. Bayangkan saja jika kekayaan yang menyangkut hajat hidup rakyat terus-menerus dikuasai asing. Apa yang diproduksi Blok Mahakam salah satu manifestasi pelayanan publik yang tentu saja memiliki public value. 

Sebagaimana dikatakan Coats and Passmore (2008), “Public value argues that public services are distinctive because they are characterized by claims of rights by citizens to services that have been authorized and funded through some democratic process”. 

Setiap pelayanan publik yang memiliki public value jelas memiliki klaim berupa hak rakyat terhadap pelayanan tersebut. Hal ini tentu saja karena pelayanan publik tersebut secara resmi merupakan kewajiban pemerintah. 

Memperpanjang kontrak Blok Mahakam kepada Total dan Inpex sepenuhnya tentu bukan pilihan tepat jika tidak ingin melihat migas kita di masa depan berada sepenuhnya dalam genggaman asing, sementara pribumi hanya gigit jari. Namun, menyerahkan Blok Mahakam sepenuhnya kepada Pertamina juga tidak menjamin pengelolaannya akan lebih baik jika kapasitas BUMN tersebut masih stagnan. 

Joint Operation sebagai Solusi 

Tak ada masalah tanpa jalan keluar. Dilema Blok Mahakam akan menemui titik akhir bukan dengan memilih antara memperpanjang kontrak dan menyerahkannya kepada BUMN. Memang tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan dua kontraktor pengelola Blok Mahakam memiliki peranan yang sangat besar.

Kendati demikian, Pertamina selaku perusahaan negara perlu ikut serta dan belajar berbisnis gas di tempat yang berisiko besar,baik dari sisi investasi maupun teknologi. Karena itu, penyertaan BUMN/BUMD menjadi penting. Dengan kata lain, joint operation (JO) menjadi solusi ideal yang dapat diambil untuk mengatasi dilema Blok Mahakam. JO yang dilakukan ini tentu harus dengan dominasi Pertamina.

Pemerintah sebaiknya meminta bagian negara agar dinaikkan sejak 2017.Hal ini diperlukan karena seluruh aset sudah menjadi milik negara akibat sudah terbayar oleh mekanisme cost recovery sehingga bagian operator setelah 2017 tidak akan sebesar sekarang. Lebih lanjut,menyertakan perusahaan negara dalam mengelola migas bukan berarti mengulang kembali kesalahan yang terjadi sebelumnya. 

Sebagai contoh, kasus PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Pertamina membeli ONWJ dari British Petroleum dengan nilai USD250 juta pada 2003, namun hingga kini nyatanya investasi belum kembali. Awalnya produksi memang terlihat naik, namun hal ini semata hanya karena kecepatan proses approval dan tidak ada eksplorasi yang memadai. 

Hal ini akhirnya menyebabkan proses produksi menjadi anjlok. Kesalahan masa lalu lainnya terjadi pada PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO). Pertamina diberikan blok WMO pada akhir 2011 ketika saat itu produksi masih sekitar 15.000 barel per hari (bph). Pada kenyataannya, produksi terjun bebas ke 1.200 bph minggu lalu walau kini naik kembali menjadi 7.000-an bph.

Namun, angka kenaikan tersebut juga masih jauh dari harapan yakni di atas 20.000 bph. Selain itu, dari sisi penerimaan negara, kita kehilangan produksi dan mengalami penurunan penerimaan. Kedua pengalaman buruk penyertaan perusahaan negara ke dalam pengelolaan migas mengisyaratkan sebuah kesimpulan, Pertamina sebagai perpanjangan tangan negara dalam mengelola migas bangsa tidak boleh kalah kredibel jika dibandingkan dengan swasta asing dalam bidang apa pun, termasuk bidang penguasaan teknologi. 

Karena itu, selama proses JO, perlu ada pengalihan teknologi dari Total dan Inpex ke Pertamina. Hal ini diperlukan karena sebaiknya JO dilakukan selama 5-10 tahun saja.Setelah itu Blok Mahakam sepenuhnya dikelola Pertamina. Intinya, Blok Mahakam akan dapat dikelola oleh Pertamina jika BUMN tersebut sudah dirasa kapabel dan kredibel melakukan tanggung jawab tersebut. 

Pertamina perlu membenahi manajemen perusahaan sehingga mampu memberi dampak positif bagi penerimaan negara dan menjadi BUMN yang memosisikan dirinya sebagai pilar kedaulatan energi di Indonesia. Selain itu, SKK Migas juga memiliki peran dalam memberikan evaluasi dan rekomendasi soal peningkatan kinerja dan kompetensi Pertamina. Dengan demikian, Pertamina layak disetarakan dengan perusahaan migas kelas dunia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar