Rabu, 06 Februari 2013

Berakhirnya Kelaparan dan Malnutrisi


Berakhirnya Kelaparan dan Malnutrisi
Jose Graciano da Silva ;  Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
KORAN TEMPO, 05 Februari 2013


Ada kalanya terjadi sesuatu yang bisa membawa dampak yang mendasar pada umat manusia, tapi tidak banyak disadari pada waktu itu. Peristiwa seperti itu terjadi pada Desember lalu di Roma. Dewan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa memutuskan bahwa sejak saat itu sasaran yang ingin dicapai FAO bukan lagi cuma mengentaskan kelaparan, tapi mengakhiri kelaparan, ketidakamanan pangan, dan gizi buruk. Langkah berikutnya adalah menegaskan keputusan ini pada konferensi FAO yang akan dihadiri semua negara anggota pada Juni mendatang.
Bagi banyak orang, perubahan arah ini tampaknya tidak penting. Para pengecam akan mengatakan bahwa mengadopsi sasaran seperti ini tanpa menetapkan tanggal pencapaiannya tidak ada artinya. Yang lainnya lagi mengatakan bahwa gagasan mengakhiri kelaparan itu sendiri tidak masuk akal karena kita tidak memiliki sarana untuk melakukannya. 
Selama 12 tahun terakhir ini sasaran Millennium Development Goals untuk menurunkan tingkat kelaparan sampai separuh menjelang 2015 menjadi mesin pendorong pengentasan kelaparan. Proporsi masyarakat yang menderita kelaparan di negara-negara berkembang telah mengalami penurunan yang signifikan, dari 23,2 persen pada 1990-1992 menjadi 14,9 persen hari ini. Namun penurunan ini lebih banyak disebabkan oleh meningkatnya populasi dunia dibanding oleh penurunan yang tidak berarti dalam jumlah masyarakat yang menderita kelaparan (dari sekitar 980 juta menjadi 852 juta hari ini). 
Sasaran mengurangi "sampai separuh" ini tidak memiliki daya tarik politik yang kuat karena ia secara implisit menghukum separuhnya lagi hidup sebagai masyarakat pinggiran yang rentan penyakit dan kematian dini. Strategi Zero Hunger yang diterapkan di Brasil, sebaliknya, menunjukkan bahwa sasaran absolut mengakhiri kelaparan ini memberikan dorongan yang kuat kepada instansi-instansi pemerintah untuk melakukan tindakan yang terkoordinasi secara besar-besaran, dan yang memobilisasi masyarakat dalam suatu upaya yang benar-benar dilakukan pada tingkat nasional untuk mengakhiri salah satu ketidakadilan yang paling mencolok di zaman kita ini.
Memang sulit, walaupun bukan tidak mungkin, memenuhi permintaan akan pangan yang semakin meningkat di dunia dan melakukan ini secara berkelanjutan. Peningkatan produksi pangan harus dilakukan dengan menggunakan teknologi-teknologi yang tidak merusak sumber daya alam yang dibutuhkan generasi-generasi yang akan datang, yang tidak mendorong perubahan iklim yang sangat memukul para petani, dan yang tidak mempercepat disintegrasi jalinan masyarakat pedesaan. 
Namun, tantangan ini mungkin tidak seberat seperti yang dibayangkan. Laju pertumbuhan populasi bakal mengalami perlambatan yang berarti dibandingkan dengan laju selama 50 tahun yang lalu, dan banyak ruangan yang terbuka untuk mengurangi besarnya jumlah pangan yang sekarang terhambur dengan sia-sia.
Lagi pula, sementara pendapatan masyarakat meningkat, mereka mungkin lebih mudah dibujuk mengadopsi diet yang lebih sehat dan lebih ramah lingkungan daripada yang berlaku di negara-negara maju. Beban rangkap malanutrisi--dengan kelaparan yang berdampingan dengan obesitas, diabetes, dan penyakit-penyakit lainnya akibat konsumsi yang berlebihan--dengan jelas menunjukkan semakin pentingnya menyeimbangkan kembali pola konsumsi pangan di dunia. 
Tidak ada yang sebenarnya baru mengenai komitmen mengakhiri kelaparan ini. Sesungguhnya, FAO dibentuk pada 1945 untuk membangun suatu dunia yang "bebas dari kekurangan" yang, dalam kata-kata para pendirinya, "berarti menaklukkan kelaparan dan memenuhi kebutuhan dasar kehidupan yang layak dan terhormat".
Karena meluasnya ketakutan pada tahun-tahun setelah perang itu akan terjadinya kekurangan pangan di dunia, FAO, dan masyarakat internasional secara keseluruhan, berfokus terutama pada produksi pangan--fokus yang esensinya tetap sama pada dekade-dekade berikutnya. Investasi-investasi yang dilakukan membuahkan hasil: kendati meningkatnya populasi dunia yang luar biasa dari 2,5 miliar pada 1945 menjadi 7 miliar hari ini, ketersediaan pangan per orang meningkat lebih dari 40 persen. 
Masalahnya adalah bahwa kelaparan masih terjadi di banyak negara. Karena itu, fokus kita sekarang mesti bergeser pada upaya menjamin secara universal akses memperoleh pangan yang mencukupi. Ini harus merupakan prioritas utama bagi pemerintah dan sasaran yang didukung warga di mana pun.
Mematahkan lingkaran setan kelaparan dan malanutrisi membutuhkan juga fokus pada pertanian dan pembangunan pedesaan (lebih dari 70 persen rakyat yang mengalami ketidakamanan pangan hidup di daerah pedesaan negara-negara berkembang) dengan melakukan investasi pada program sosial dan produksi lainnya, termasuk transfer keuangan yang memadai dan pasti kepada keluarga-keluarga miskin. Dengan kebijakan yang tepat, bertambahnya permintaan akan pangan akibat transfer keuangan itu serta program pemberian makanan di sekolah dan suplemen nutrisi untuk ibu dan bayi, bisa membuka peluang bagi petani skala kecil meningkatkan produksi dan taraf hidupnya.
Pada Juni lalu, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, meluncurkan Zero Hunger Challenge pada Konferensi Pembangunan Berkelanjutan Rio+20. FAO menerima tantangan ini dan dengan resmi menetapkan sasaran mengakhiri kelaparan. Saya yakin akan meningkatnya secara progresif jumlah negara-negara anggota yang akan menyatakan komitmen bergerak secepat mungkin ke arah mengakhiri kelaparan dan malanutrisi di dalam negerinya masing-masing--dan membantu negara-negara lainnya mencapai tujuan yang sama.
Inilah saatnya dunia menetapkan sasaran mengakhiri kelaparan untuk semua dan untuk selama-lamanya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar