Sabtu, 09 Februari 2013

Banjir (Masih) Tanggung Jawab Pusat


Banjir (Masih) Tanggung Jawab Pusat
GKR Hemas  ;   Wakil Ketua DPD RI
SINDO, 09 Februari 2013


Banjir akan segera berlalu. Begitu ramalan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Meski hujan diperkirakan masih terus turun pada Februari ini, langit Jakarta memang mulai cerah. 

Orang-orang dan media mulai lebih banyak membicarakan hal lain. Banjir akan segera terlupakan. Sebagaimana orang lupa bahwa banjir sesung-guhnya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Tanggung jawab inilah yang belum berjalan dengan baik. Pada kasus banjir besar Jakarta, misalnya. Pemerintah pusat merespons dengan rencana pengalokasian anggaran sebesar Rp2 triliun.

Perincian penganggaran ini masih ditunggu kelanjutannya. Namun, respons ini menunjukkan cara berpikir penanggulangan bencana banjir yang berorientasi pada akibat, bukan penyebab. Padahal, dalam kasus banjir menahun dan berulang, penanganan harus secara komprehensif. Sorotan terhadap banjir yang cenderung pada sisi tanggung jawab pemerintah daerah pasti tak akan menyelesaikan masalah, sebagaimana yang selalu terjadi selama ini.

Pemda mempunyai keterbatasan dalam menangani bencana yang penyebabnya bersifat antarwilayah. Fokus mereka akan lebih banyak pada mengatasi akibat dan terbatas pada sisi sebab. Yakni, sebab-sebab yang berada di wilayah mereka sendiri. Selebihnya, tanggung jawab pemerintah pusat. Banjir Jakarta disebabkan oleh curah hujan yang turun di Jakarta dan yang turun di wilayah Jawa Barat. 

Jakarta dapat mengatasi masalah genangan air dengan sanitasi, resapan, kanalisasi, rehabilitasi sungai, danau, hujan buatan, dan sebagainya. Pemda juga berkewajiban mendidik masyarakat agar berperilaku yang sesuai dengan kondisi alam, antisipatif terhadap banjir, penghijauan, dan sebagainya. Seluruh penanganan yang dilakukan oleh Pemda Jakarta berada pada sisi tengah dan akhir, tak sampai ke hulu yang terkait dengan akibat hujan yang turun di wilayah Jawa Barat dan rusaknya daerah konservasi serta tangkapan air di wilayah ini. 

Air dari wilayah ini mengalir ke Jakarta, terutama dari daerah Bogor. Penanganan tengah dan hilir akan selalu terbebani oleh kondisi di hulu. Secara alamiah, Jakarta terletak di wilayah yang lebih rendah dan langsung berhadapan dengan laut. Di beberapa wilayah tepi pantai, tanahnya lebih rendah dari permukaan air laut. Maka, Jakarta tak dapat menangani masalah banjir sendirian. Kerja sama dengan Jawa Barat dan Banten menjadi wajib.

Kedua wilayah ini juga punya kepentingan ekonomi dan kemasyarakatan dengan Jakarta. Koordinasi mereka akan berhadapan dengan dua hal,yakni lingkungan alam dan lingkungan buatan. Kedua bagian ini sekarang dalam kondisi saling melemahkan. Lingkungan buatan mengakibatkan gangguan pada lingkungan alam, balasannya lingkungan alam memberi gangguan pada lingkungan buatan. Jawa Barat dan Banten sudah lama menghadapi masalah ini dan belum berhasil menyelesaikannya. Kondisi pun terus bertambah buruk. 

Diperlukan sebuah perencanaan menyeluruh bagi ketiga wilayah ini. Di titik inilah pemerintah pusat mestinya berperan besar pada pelaksanaannya. Pemerintah punya rencana umum tata ruang (RUTR) disertai dengan turunan dan berbagai persyaratan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Tujuannya, agar pembangunan selaras dengan kepentingan alam yang disebut pembangunan berkelanjutan, agar lingkungan buatan tidak merusak lingkungan alam, dan agar pembangunan sesuai dengan daya dukung alam, sehingga saling menguatkan. Khusus untuk wilayah Bogor, Puncak, dan Cianjur terdapat kekhasan penanganan tata ruangnya yang dikenal dengan RUTR Wilayah Bopunjur melalui tiga Keputusan Presiden (Keppres No.48/1983,Keppres No.79/1985, Keppres No.144/1999),Peraturan Pemerintah (PP No.47/1997), dan Peraturan Presiden (Perpres No.54/2008). 

Secara umum, keppres tersebut menyatakan kawasan Bopunjur sebagai wilayah konservasi dan tangkapan air yang harus ditangani secara khusus. PP No.47/1997 memperkuat peruntukan wilayah Bopunjur dengan menyebutnya sebagai kawasan tertentu yang memerlukan penanganan khusus dan merupakan kawasan yang mempunyai nilai strategis. 

Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahnya, wilayah Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Tangerang di Provinsi Banten masuk klasifikasi yang sama dalam PP ini. Perpres No.54/2008 kemudian memasukkan Bopunjur dalam konteks yang lebih luas dan penanganan yang lebih strategis melalui penataan ruang kawasan.Perpres ini bernama Pepres tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur yang menetapkan Jabodetabekpunjur sebagai kawasan strategis nasional. 

Sekaligus, menetapkan pola perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang secara terpadu. Porosnya sama. Bopunjur adalah kawasan sangat strategis bagi kawasan di bawahnya dan, karena itu, harus diatur secara ketat. Seluruh peraturan dan fakta-fakta ini menunjukkan amanat tanggung jawab pemerintah pusat yang sangat besar dalam usaha mencegah bencana banjir melalui penjagaan dan perbaikan di wilayah hulu. Kesadaran terhadap tanggung jawab dan pemahaman yang cukup terhadap persoalan juga tecermin dengan jelas dalam berbagai peraturan di atas. 

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam kesaksiannya mengenai kawasan Bopunjur dewasa ini, yang disampaikan Heru Waluyo dari Tata Lingkungan KLH di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada tanggal 3 Agustus 2012 lalu, mengatakan bahwa kerusakan lingkungan dan tata ruang kawasan ini makin memprihatinkan. Seolah seluruh peraturan itu tak punya arti sama sekali. Dari sisi ini, jelas terlihat bahwa bencana banjir Jakarta masih akan terus terjadi bila pemerintah pusat tidak bekerja. 

Menyatakan akan mengalokasikan dana Rp2 triliun, tidak otomatis menunjukkan pelaksanaan tanggung jawab yang sesungguhnya. Tanpa perlu dialokasikan lagi,dana tersebut telah tersediadansiapdigunakan. Yakni, sesuaiketeranganKementerian Keuangan, berupa sisa dana cadangan bencana alam tahun 2012 sebesar Rp2 triliun lebih dari total Rp4 triliun. Dana tersebut mestinya dapat digunakan untuk pencegahan dari hulu dengan tujuan jangka panjang. Antara lain, menjalankan peraturan yang telah ditetapkan untuk wilayah Bopunjur. 

Dana tersedia dan tidak terserap. Akibat tak terserapnya dana Rp4 triliun itu, dana cadangan bencana alam tahun 2013 dianggarkan sama dengan tahun 2012 oleh Kementerian Keuangan, yakni Rp4 triliun. Entah, janji pemerintah mengalokasikan Rp2 triliun yang disampaikan Presiden itu termasuk yang mana. Masuk dalam Rp4 triliun tadi atau merupakan tambahan hingga tersedia dana sebesar Rp6 triliun di tahun 2013 ini. 

Penggunaan dana tersebut untuk pencegahan bencana alam dijamin oleh UU No.24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang menyatakan tujuan utama penanggulangan bencana adalah memberikan perlindungan masyarakat dari ancaman bencana. Yang dimaksud ancaman bencana dalam UU tersebut yaitu suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkanbencana. Kerusakan yang terus terjadi di Bopunjur masuk dalam konteks ini. 

UU ini juga menjelaskan penanggung jawab penanggulangan bencana, yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam konteks kewenangan menghadapi bencana banjir Jakarta, kerja Pemda DKI Jakarta dapat terlihat jelas. Dalam hal pengawasan dan perbaikan daerah Bopunjur, kerja Pemda Jawa Barat tampak memerlukan tindakan nyata pemerintah pusat menegakkan aturan yang berlaku secara konsekuen. 

Secara keseluruhan, bencana banjir Jakarta dan kerusakan Bopunjur merupakan contoh bagi bencana banjir dan masalah lingkungan di seluruh daerah. Penanganannya tak dapat difokuskan hanya pada pemda. Tak boleh dilupakan, pemerintah pusat harus bekerja menyelesaikan secara komprehensif. Meskipun, banjir telah berlalu dan hujan telah reda. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar