Kamis, 28 Februari 2013

Agus Menjadi Cagub BI (Lagi)


Agus Menjadi Cagub BI (Lagi)
Arfanda Siregar Dosen Manajemen Industri Politeknik Negeri Medan 
REPUBLIKA, 27 Februari 2013


Bulan Februari tahun ini penuh kejutan bagi Menteri Keuangan Agus Martowardojo (Agus). Betapa tidak, pada bulan itu mantan direktur Bank Mandiri tersebut dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  guna menjadi saksi kasus korupsi pembangunan sarana olahraga Bukit Hambalang yang banyak melibatkan orang penting di negeri ini.
Pada Februari ini juga, Agus diusulkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada DPR sebagai calon gubernur (cagub) Bank Indonesia (BI) menggantikan Darmin Nasution yang berakhir masa jabatan pada 22 Mei mendatang. Mampukah Agus menyempurnakan surprise baginya dengan lolos dari "saringan" DPR kelak?

Bagi Agus, pengajuan dirinya sebagai calon gubernur BI bukan pengalaman pertama. Pada 2008 lalu, dia juga pernah disodorkan presiden ke DPR sebagai cagub BI menggantikan Burhanuddin Abdullah. Saat itu, Presiden mengajukan dua nama, yakni Agus Martowardojo dan Raden Pardede. Saat dilakukan voting, kedua calon tersebut tidak mendapat dukungan signifikan dari anggota Komisi XI DPR, sehingga terpaksa Presiden mencari pengganti yang lain.

Kegagalan Agus Marto di depan DPR bukan karena ketidakcakapan menguasai berbagai regulasi yang berkaitan dengan BI. Juga bukan disebabkan ketidakmampuan membuat misi, visi, dan rencana kerja sebagai gubernur Bank Indonesia. Agus memiliki pengalaman yang cukup panjang dan kaya terkait industri perbankan dan keuangan di Indonesia.

Sebelum ditunjuk sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani pada 2010, Agus merupakan Direktur Utama Bank Mandiri sejak 2005. Pria kelahiran Amsterdam 24 Januari 1956 ini juga pernah menjabat sebagai direktur utama Bank Permata selama tiga tahun. Sebagai bankir yang sukses mengangkat Bank Mandiri dan Bank Permata yang hampir pailit, Agus mempunyai profesionalitas, kapabilitas, dan integritas yang sangat baik, apakah itu sebagai bankir swasta maupun saat menjadi bankir pemerintah. Jadi, kalau melihat pengalaman kerja, tak usah diragukan lagi kemampuannya memimpin BI.

Kegagalan Agus erat kaitannya dengan ketidakmampuannya dan Fraksi Demokrat meluaskan basis dukungan kepada anggota DPR yang berasal dari lintas partai. Dengan konstelasi politik di Komisi IX DPR, Partai Demokrat membutuhkan minimal 27 suara dari 50 anggota komisi XI DPR RI untuk bisa meloloskannya sebagai gubernur BI menggantikan Darmin Nasution. 

Jumlah suara terbanyak di Komisi XI DPR mayoritas berasal dari tiga fraksi, yakni Demokrat sebanyak 13 suara, Golkar (10), dan PDI Perjuangan (8).
Pada pemilihan lalu, Agus hanya mampu mendulang 21 suara pendukung, sedangkan sisanya menolak. Jika pada pemilihan kali ini Agus mampu meluaskan dukungan dari partai politik lain sehingga mampu mendulang dukungan melebihi perolehan 27 suara, bukan berarti persoalan selesai.

Ada celah hukum yang harus dilewati Agus agar sah menjadi gubernur BI.
Berdasarkan UU tentang BI, yang memiliki hak dicalonkan sebagai gubernur bank sentral salah satunya adalah nama baru. Apabila DPR akhirnya menerima nama Agus untuk diuji kelayakan dan kepatutan dan kemudian lulus, tak tertutup kemungkinan ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Misalnya pegawai BI menggugat ke MK dan menang, Agus bisa batal jadi gubernur BI.

Bukan pesimistis, namun melihat betapa terjal jalan yang harus dilaluinya menjadi gubernur BI, menjadi pertanyaan apakah Presiden sengaja ingin mendongkel Agus dari jabatan menteri Keuangan? Coba bayangkan seandainya Agus gagal menjadi gubernur BI, kredibilitasnya sebagai menkeu bisa jatuh di mata publik. "Menjadi gubernur BI saja gagal, kok menjadi menteri Keuangan?" bisa sebagai bahan lelucon.

Tugas gubernur BI saat ini sebenarnya tidak lagi serumit dulu. Sebagian tugasnya, seperti pengawasan dan pengaturan perbankan, telah diserahkan kepada Otoritas Jasa Ke uangan (OJK). Tugas BI sekarang lebih fokus kepada tugas yang dalam terminologi baru dikenal sebagai tugas yang bersangkut paut dengan kebijakan makroprudensial, seperti menentukan tingkat suku bunga acuan (BI rate), giro wajib minimum (GWM), ketentuan devisa, dan ketentuan perkreditan.

Tugas gubernur BI secara khusus di atur dalam Undang-undang OJK. Bahwa, Gubernur BI bersama Ketua OJK dan Ketua LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) menjadi anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK ) yang diketuai oleh menteri Keuangan. FKSSK menjadi forum yang secara resmi merupakan wadah para pengambil keputusan di bidang keuangan dan moneter yang dibentuk melalui undang-undang. Forum semacam ini boleh dikatakan setara dengan Dewan Moneter pada masa Orde Baru, dan untuk pertama kalinya dibentuk setelah forum sejenis vakum sejak masa reformasi.

Keberadaan FKSSK membuktikan bahwa tugas gubernur BI masih di bawah kendali menkeu. Itu artinya, selama Agus menjadi Menkeu, berbagai kebijakan BI yang dikomandoi oleh Darmin Nasution harus berkoordinasi dengan beliau. Secara tidak langsung, Menkeu punya andil mewarnai kebijakan BI selama kepemimpinan Darmin, seperti pengetatan penerbitan kartu kredit, aturan terkait kepemilikan saham per bankan, mengharuskan eksportir menaruh dananya di perbankan dalam negeri, hingga operation twist stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Mengacu kepada wewenang Menkeu dan latar belakang pengalaman kerja, sesungguhnya Agus mempunyai kemampuan yang mumpuni sebagai direktur BI. "Lho, jadi menkeu saja dia mampu, apalagi menduduki direktur BI yang menjadi bawahannya," demikian ungkapan yang pas menggambarkan. Namun masalahnya, pemilihan direktur BI berada pada wewenang DPR.  Kemampuan bisa jadi menjadi nomor sekian kalau anggota DPR kurang sreg dengannya. Mengingat anggota DPR sebagai anggota partai merupakan lembaga politik, sehingga pertimbangan berdasar selera politik.

Karenanya, kalau Agus Martowardojo sampai lolos dari uji kelayakan dan kepatutan DPR, tentu sebuah keputusan yang mengejutkan. Hal itu seperti menjilat ludah sendiri. Dulu menolaknya dengan segudang alasan, sekarang malah menerima dengan tangan terbuka. Apalagi, sampai menabrak piranti konstitusi yang dapat membahayakan kedudukan Agus kelak sebagai gubernur BI. Kalau hal ini sampai terjadi, tentu pengangkatan Agus kelak sebagai gubernur BI merupakan kejutan luar biasa bagi karirnya di negeri ini. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar